Kamis 19 Oct 2023 04:11 WIB

Manusia tak akan Bisa Hidup Nyaman dengan Ateisme

Said Nursi menilai atheisme merusak kehidupan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi beribadah mendalami hakikat kehidupan.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Ilustrasi beribadah mendalami hakikat kehidupan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama dan cendekiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi, menjelaskan umat manusia yang bangkit dan sadar dengan berbagai buah pengetahuan modern mulai memahami hakikat dan esensi manusia. 

"Mereka yakin bahwa umat manusia tidak akan bisa hidup nyaman tanpa agama. Bahkan orang yang paling kufur dan mengingkari agama pun di akhir perjalanannya terpaksa harus kembali kepada agama," ujar Nursi dikutip dari karyanya yang berjudul "Khutbah Syamiyah" halaman 22-23.

Baca Juga

Pasalnya, lanjut Nursi, titik sandaran manusia saat menghadapi berbagai musibah dan musuh dari luar dan dalam di mana dirinya lemah tak berdaya, serta titik tambatan untuk meraih berbagai impian yang terbentang hingga masa keabadian, sementara ia sendiri fakir dan papa, tidak lain adalah “mengenal Sang Pencipta” serta beriman kepada-Nya dan mempercayai akhirat. 

"Nah, tidak ada jalan bagi umat manusia yang mulai sadar untuk bangkit dari tidurnya selain mengakui semua itu. Selama dalam relung kalbu tidak ada substansi agama yang benar, maka kiamat fisik dan maknawi akan dirasakan oleh manusia sehingga ia akan menjadi hewan yang paling menderita dan hina," kata Nursi.

Kesimpulannya, kata dia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan terjadinya berbagai peperangan, manusia pada masa sekarang ini telah sadar. Ia mulai merasakan nilai esensi dan potensi manusia yang bersifat komprehensif. Ia mulai memahami bahwa dengan potensi sosialnya yang menakjubkan, manusia tidak tercipta hanya untuk menempuh kehidupan yang selalu berubah dan singkat ini. 

Namun, ia tercipta untuk kekal abadi. Hal itu ditunjukkan oleh impiannya yang membentang menuju masa keabadian. Selain itu, setiap orang mulai memahami sesuai dengan potensinya bahwa kehidupan dunia yang fana dan sempit ini tidak bisa menampung impian dan hasrat yang tak terbatas itu. 

Bahkan, kalau ada yang berkata kepada daya imajinasi manusia, “Engkau boleh tinggal selama sejuta tahun dengan dunia dalam genggamanmu. Namun sebagai gantinya engkau akan mati selamanya tanpa pernah hidup lagi,” tentu imajinasi orang yang sadar tadi, yang belum kehilangan rasa kemanusiaan, akan meratap sedih, bukan gembira dan senang. Pasalnya, ia kehilangan kebahagiaan yang bersifat abadi. 

Inilah sebabnya mengapa muncul kecenderungan yang kuat untuk mencari agama yang benar dalam diri setiap manusia. Sebelum yang lain, terlebih dahulu ia mencari hakikat agama yang benar agar selamat dari kematian abadi. Kondisi dunia sekarang ini menjadi bukti terbaik atas hakikat tersebut. 

"Setelah 45 tahun berlalu dan dengan munculnya gelombang atheisme, berbagai benua dan negara di dunia benar-benar menyadari kebutuhan umat manusia yang amat sangat itu," kata Nursi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement