REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku Mati Syahid tulisan Ustaz Ahmad Sarwat, syarat mati syahid setidaknya ada tiga,
Pertama, Jihad Melawan Orang Kafir
Mati syahid itu tidak terjadi kecuali bila perang yang dilakukan adalah perang melawan orang kafir harbi yang memang sedang pecah perang secara resmi.
Sedangkan bila perang itu bukan jihad yang bersifat syar'i, misalnya perang saudara dengan sesama muslim, yang dilatar-belakangi konflik kepentingan internal di antara kelompok bersenjata, jelas bukan mati syahid.
Kedua, Jihad Resmi Program Negara
Semua jihad yang dilakukan para shahabat di masa kenabian adalah jihad yang sifatnya resmi, dimaklumatkan oleh negara dan pemerintah yang sah, yaitu Rasulullah SAW langsung.
Begitu juga semua kisah jihad yang agung, baik di masa khulafaurrasyidin, Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abasiyah termasuk juga Khilafah Bani Utsmaniyah, tidak ada satupun yang sifatnya ilegal.
Semua merupakan jihad di atas adalah jihad yang sifatnya resmi, legal dan sah karena ditetapkan dan diselenggarakan oleh pemerintahan yang sah dan berdaulat. Jihadnya merupaka program resmi negara, bukan gerakan pemberontak bersenjata yang ingin merebut kekuasaan.
Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa jihad tidak disukai tanpa ada izin dari imam, atau amir dari suatu pemerintahan yang sah. Sebab keharusan ada izin dari imam ada dua hal.
Yakni, jihad itu harus sesuai dengan kebutuhan dan yang paling tahu hal itu adalah imam atau amir yang sah. Selain itu, hakikatnya jihad itu adalah tanggung jawab imam bukan rakyat.
Ketiga, Jihad bukan Bughat
Tidak bisa dikategorikan mati syahid bila jihad yang diikuti itu bukan jihad resmi yang diselenggarakan oleh negara.
Maka gerakan pengacau keamanan, para teroris serta kelompok bersenjata yang justru memusuhi negara, aktifitas mereka jelas bukan jihad yang dibenarkan. Dan kalau sampai ada yang mati, kematiannya bukan mati syahid yang dibenarkan.
Justru yang ikut gerakan perlawanan itu posisinya sebagai musuh yang halal darahnya untuk dibunuh.
Dalam bab fiqih, pihak yang melawan pemerintahan yang sah ini disebut dengan bughat. Dan hukuman untuk bughat justru bisa dihukum mati, tindakan mereka adalah kejahatan hirabah atau peperangan melawan pemerintah yang sah.
Sedangkan dalam definisi para fuqaha, batasan hirabah adalah :
البروز لأخذ مال أو لقتل أو لإرعاب على سبيل المجاهرة
مكابرة اعتمادا على القوة مع البعد عن الغوث
Terang-terangan untuk mengambil harta atau membunuh atau mengintimidasi dengan terus terang dan tegar dengan mengandalkan kekuatan serta dalam kondisi jauh dari pertolongan.
Hirabah adalah melakukan gabungan dari perampasan, penteroran, pembunuhan dan juga merusak di muka bumi, ini yang telah dilakukan Israel kepada Palestina.
Hirabah merupakan serangkaian tindakan yang bersifat fisik dan mental. Sebab termasuk di dalamnya merampas harta dan membunuh. Juga termasuk di dalamnya menakut-nakuti orang yang lewat.
Karena itu Allah SWT melebihkan ancaman hukukan bagi pelaku hirabah ini di atas ancaman hukuman pelaku pembunuhan atau pencurian.
Ancaman ini berlaku bukan hanya bila tindak hirabah itu dilakukan kepada pemeluk agama Islam, tetapi juga bila dilakukan kepada pemeluk agama lainnya yang hidup di bawah pemerintahan Islam. Mereka adalah kafir zimmi yang berada dalam ikatan mu'ahadah dengan pemerintah Islam berdaulat.
Maka hukuman kepada pelaku tindak hirabah ini justru malah hukuman mati, sebagaimana yang diperintahkan Al-Quran.
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri. Yang demikian itu suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang- orang yang taubat sebelum kamu dapat menguasai mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Al maidah ayat 33-34)
Ibnu Jarir Ath-Thabari di dalam kitab tafsirnya, Jamiul Bayan fi Ta'wil Al-Quran menyebutkan bahwa ayat ini turun kepada suatu kaum dari ahli kitab yang diantara mereka ada perjanjian damai dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba mereka melanggar perjanjian dan merampok orang Islam. Lalu turunlah ayat ini.