Jumat 06 Oct 2023 06:05 WIB

Menyingkat Nama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan SAW, Bagaimana Hukumnya?

SAW merupakan bentuk shalawat kepada Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad
Foto:

Pertama, menuliskan shalawat dengan menggunakan simbol dua huruf (an yaktubaha manqushah shurah ramizan ilaiha bi harfaini). Kedua, menyingkat  shalawat yang menyebabkan maknanya kurang, seperti hanya menuliskan shalawat tanpa salam (an yaktubaha manqushah ma’na bi an laa yaktuba wa sallama).

Namun demikian, pendapat Ibn Shalah ini sejatinya bisa dilihat dengan cara pandang yang berbeda dengan mencermati keseluruhan dari apa yang ia jelaskan. Sebab jika melihat secara komprehensif, dapat disimpulkan bahwa semangat ketidakbolehan tersebut adalah agar orang tetap memperhatikan perintah shalawat sehingga tetap mendapatkan keutamaan-keutamaannya, khususnya bagi para pencari hadis.

Kesimpulan ini bisa dilihat dari beberapa alasan. Pertama, ketidakbolehan menyingkat  shalawat tidak didasarkan pada nas sharih. Baik itu Al-Qur’an maupun Hadis.

Ibn Shalah sendiri yang menyatakan bahwa ketidaklayakan menyingkat  shalawat kepada Nabi ini didasari oleh mimpi-mimpi orang saleh (qad ruwwinaa li ahli dzalika manamat shalihah). Sementara dalam Manhaj Tarjih, mimpi orang saleh tidaklah dapat menjadi dalil primer. Untuk menetapkan hukum akan sesuatu, ia harus dibarengi dengan dalil yang jelas dari al-Quran dan Hadis.

Kedua, Ibn Shalah sendiri menyatakan bahwa terdapat pula para ulama yang menyingkat salawat, bahkan tidak menyebutkannya ketika menulis nama Nabi saw. Seperti Ahmad bin Hanbal yang tidak menuliskan lafal shalawat itu karena khawatir dianggap bagian dari matan hadis (wa maa wujida fi khatthi Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal -radhiyallahu ‘anhu- min igfal dzalika ‘inda dzikri ismi an-Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallama, fa la‘alla sababahu annahu kaana yara al-taqayyud fi dzalika bir–riwayah).

Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa penyingkatan yang dilakukan oleh Imam Ahmad bukanlah sebuah ketercelaan karena memiliki alasan. Seandainya larangan itu bersifat mutlak, maka tentu ulama sekelas imam Ahmad tidak akan melakukannya.

Ketiga, Ibn Shalah sendiri juga menyatakan alasan baiknya selalu menuliskan shalawat kepada Nabi secara lengkap, karena di dalam penyebutan shalawat terdapat faidah yang besar bagi para pencari hadis sehingga ditakutkan orang yang lalai tidak menuliskannya, akan terhalang untuk mendapatkan manfaat yang besar itu (fa inna dzalika min akbar al-fawaid allati yata‘ajjaluha thalabah al-hadis wa kitabatuhu, wa man agfala dzalika hurima hazzan ‘azhiman).

Selanjutnya...

 

sumber : https://web.suaramuhammadiyah.id/2022/11/23/menyingkat-nama-shalawat-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-dengan-kata-saw/
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement