Rabu 27 Sep 2023 08:40 WIB

Ternyata Tentara Muslim Bantu Prancis Taklukkan Jerman pada Perang Dunia II

Prajurit tersebut diambil dari umat Muslim di wilayah jajahan Prancis.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Makam serdadu Muslim di Notre Dame de Lorette dengan batu nisan menghadap Kiblat. Di atasnya tertulis kalimat
Foto:

Selama 1939 hingga 1947, Prancis merekrut 325 ribu tentara. Adapun perincian dari total jumlah ini ialah 134 ribu tentara Aljazair, 73 ribu tentara Maroko, 26 ribu tentara Tunisia, dan 92 ribu dari Afrika berkulit hitam. Jumlah ini adalah lebih dari tiga perempat kekuatan yang dikerahkan untuk membela kehidupan Prancis dan mati karenanya.

Tentara ini menyandang nama Tentara Afrika dan berada di bawah komando Jenderal Alphonse Joan. Misi pertamanya adalah pembebasan Perancis. Pertempuran pertama dilakukan pada 1944 di wilayah Italia, khususnya di Sisilia dan selatan Napoli, dengan tujuan menembus wilayah Prancis, dengan menyerbu Roma melalui jalur darat.

Namun, seorang jenderal Jerman bernama Albert Keyserling, yang julukannya adalah "Paman Albert", mengadang serangan tersebut dengan membentuk garis pertahanan yang disebut "Gustav". Pertempuran ini berlangsung dari Januari hingga Mei 1944, bertepatan dengan salah satu pertempuran paling sengit dalam Perang Dunia II.

Di pihak Prancis dan Sekutu, ada sekitar 400 ribu tentara dari Amerika, Inggris, Prancis, dan koloninya. Namun, yang perlu menjadi catatan yakni dari 112 ribu tentara Prancis, terdapat 67 ribu tentara dari Aljazair, Maroko, Tunisia, dan Senegal. Mereka masuk dalam batalion yang dilatih dalam pertempuran gunung. Tujuan mereka memerangi tentara Jerman pimpinan Keyserling, yang berjumlah hampir 100 ribu tentara.

Sedangkan Tentara Jerman yang menduduki wilayah pegunungan tertinggi dan sebagian besar puncak di sekitarnya, berada di balik tembok besi yang dibangun Nazi dengan kerja paksa 20 ribu warga desa di Italia. Di sana terdiri dari benteng alami dan buatan, diperkuat dengan kabel dan ladang ranjau yang luas. Benteng pertahanan Gustav, seolah menjadi tembok China yang sulit ditembus.

Selama berbulan-bulan, para tentara menjalani hari-hari yang mengerikan. Banyak tentara yang berjatuhan seperti lalat. Kereta-kereta terbakar di tanah berlumpur yang dipenuhi rawa-rawa. Mereka juga menderita kelaparan karena persediaan yang tertunda setiap kali hujan dan salju turun.

Beberapa dari mereka tidak dapat menemukan apa pun untuk menghangatkan diri. Mereka buang air kecil di tangan mereka, berharap panasnya dapat membantu mereka menggerakkan jari-jari mereka. Berani melakukan misi penyusupan berarti mati, sampai-sampai tentara Amerika terpaksa bermain kartu untuk menentukan siapa yang kalah yang akan menjalankan misi mengambil air, melakukan operasi pengintaian, atau menyelidiki musuh Jerman.

Lalu bagaimana dengan nasib tentara dari kalangan Muslim di Afrika utara? Tentara Maroko kebanyakan tersebar di beberapa divisi, termasuk Divisi Infanteri Tunisia ke-4, divisi nasional Maroko, dan Batalyon Infanteri Aljazair ke-3. Slogan yang ditulis dalam bahasa Arab, yakni "Kemenangan atau Kematian".

Misi sulit...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement