Selasa 19 Sep 2023 05:20 WIB

Bolehkah Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW?

Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati pada bulan Rabiul Awal.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Foto ilustrasi: Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan pada peringatan Maulid Nabi 1439H/2017M di Istana Bogor.
Foto:

1. Diriwayatkan bahwa Rasulullah mengakikahkan diri beliau setelah kenabian. Padahal. sebagaimana yang diketahui bahwa kakek beliau, Abdul Muthalib, telah mengakikahkan beliau pada hari ketujuh kelahiran beliau, sementara praktik Akikah hanyalah dilakukan satu kali (tidak diulang).

Menurut Ustadzah Fadillah, hal itu menunjukkan bahwa perbuatan Rasulullah tersebut merupakan salah satu bentuk kesyukuran beliau kepada Allah atas kelahiran beliau sebagai rahmat bagi semesta alam dan diturunkan syariat bagi umatnya.

“Oleh karena itu, kita sebagai umat diperbolehkan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah atas kelahiran beliau dengan mengadakan majelis-majelis yang didalamnya khusus mengingat pribadi beliau yang mulia,” jelas jebolan Pondok Pesantren Modern Gontor Putri tersebut.

2. Peringatan Maulid Nabi juga merupakan salah satu bentuk ittiba’ (mengikuti atau mencontoh) apa yang telah dibawa Alquran. Menurut Ustadzah Fadillah, di dalam Alquran juga telah menceritakan kisah kelahiran beberapa orang nabi sebelum nabi Muhammad SAW.

Seperti kisah kelahiran nabi Musa dalam Surat Al-Qashash yang menceritakan seputar kondisi sebelum kelahiran nabi Musa, saat-saat beliau dilahirkan, serta kondisi setelah beliau dilahirkan sampai beliau diangkat menjadi nabi dan rasul.

Begitu juga dengan kisah kelahiran nabi Yahya bin Zakaria dalam surat Maryam dan Ali Imran, serta kisah kelahiran nabi Isa dalam surat Ali Imran.

3. Peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu bentuk kapan rasa syukur, suka kita, dan perasaan bahagia atas kedatangan Rasulullah SAW di muka bumi. Ternyata orang-orang kafir juga mendapatkan manfaat dari bentuk suka cita yang seperti itu.

Disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari bahwa Urwah berkata, “Tsuwaibah adalah salah seorang budak perempuan Abu Lahab, ia dibebaskan oleh Abu Lahab, lalu ia menjadi ibu susuan Rasulullah SAW. Ketika Abu Lahab dunia, salah seorang keluarganya melihatnya di dalam mimpi dalam keadaan yang buruk. Lalu dia bertanya, ‘Apa yang engkau jumpai (setelah kematian)?’ Abu Lawab menjawab, sepeninggal kalian aku tidak pernah berhenti (disiksa), tetapi aku berikan minum karena perbuatanku yang membebaskan Tsuwaibah.”

4. Perasaan Sukacita dan bahagia atas kelahiran Rasulullah juga merupakan salah satu perkara yang diajarkan Alquran, yaitu melalui Firman Allah yang berbunyi,

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus ayat 58).

 

 Allah SWT telah memerintahkan kita untuk bersukacita dan bergembira dengan datangnya rahmat Allah, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, seperti yang tertera di dalam Alquran,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Aritnya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya ayat 107).

Oleh karena itu, menurut Ustadzah Fadillah, perasaan gembira dan bahagia dengan kedatangan Rasulullah merupakan anjuran yang semestinya dilakukan kapanpun dan dimanapun. Namun, tuntunan itu semakin ditekankan setiap hari Senin dan setiap tahun, khususnya pada bulan Rabiul Awal karena memang momennya lebih tepat dan lebih sesuai.

5. Sesungguhnya perayaan peringatan Maulid Nabi SAW adalah salah satu bentuk menghidupkan kembali kenangan serta ingatan akan pribadi nabi Muhammad SAW, yang demikian merupakan hal yang disyariatkan di dalam Islam.

“Bukankah kita melihat bahwa sebagian besar ritual ibadah haji juga merupakan salah satu bentuk menghidupkan kembali kenangan-kenangan serta momen-momen yang mulia? Bukankah ibadah sa’i, melontar jumrah, dan kurban merupakan peristiwa-peristiwa masa lampau yang dihidupkan kembali oleh umat Islam melalui ibadah haji?,” kata Ustadzah Fadillah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement