Sabtu 16 Sep 2023 12:28 WIB

Kisah Pilu Rakyat Kecil Kala Petani di Banten Berontak Pada Tahun 1888

Rakyat kecil berabo beronytak bila mereka tak kuat lagi menahan deritanya.

Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888 yang digerakan para haji dan kiai juga terpengaruh kepada kepercayaan terhadap datangnya Ratu Adil.
Foto: historia,com
Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888 yang digerakan para haji dan kiai juga terpengaruh kepada kepercayaan terhadap datangnya Ratu Adil.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Bagi sebagian orang boleh saja menganggap remeh kekuatan rakyat kecil, seperti petani misalnya. Padahal sejarah mencatat perang Diponegoro hingga perang kemerdekaan adalah perang yang dilakukan oleh rakyat biasa, dalam hal ini sebagian besar adalah petani. Penyebabnya jelas, rakyat kemudian berkumpul menjadi lasykar lalu melawan pihak yang dianggapnya sebagai biang keladi penderitaanya.

Baca Juga

Salah satu contohnya, selain Diponegoro yang juga bisa dianggap perlawanan kaum tani, perlawanan yang sama tercatat dalam 'Geger Cilegon' atau dikenal juga sebagai pemberontakan petani di Banten pada 1888. Kala itu petani yang dikoordinasi para haji kekuatan kolonial yang membelenggunya.

Kisah ini terekam dalam tulisan Buya Hamka dalam buku Perbendaharaan Lama' Kala itu rakyat di kawasan Cilegon yang terletak di bawah wilayah Bojonegara, wilayah Cilegon, bagian Anyer, Regentsachap (kabupaten) Serang. Hamka menulis begini:

"Kota" Cilegon dinamai menurut nama pasar yang ada di situ. Dan kota kecil itu baru saja ramai, yaitu sejak negeri Anyer musnah karena meletusnya Krakatau (1883), penduduk yang masih dapat memelihara nyawanya lari dan berpindah ke Cilegon. Dari Timur ke Barat, terbentanglah jalan raya yang terkenal, yang dibangun atas kehendak Gubernur Jendral Daendels, yang dibuat dari Serang sampai ke Anyer dan Caringin.

Di kota Cilegon, jalan itu disilangi pula oleh jalan raya, yang dibuat dari ibu negeri melalui ibu negeri wilayah Balagendong, sampai ke ibu negeri daerah Bojonegara. Di jalan itulah terletak sebuah desa kecil, bernama Beji. Di sanalah berdiam seorang Alim Besar bernama Haji Wasith!.

Sebagai juga Ulama-ulama yang lain di Bantam, Haji Wasith lama bermukim di Mekkah dan berlajar kepada Ulama-ulama yang besar di sana.. Apatah lagi seorang di antara Ulama yang masyhur di Mekkah itu, adalah putera Bantam sendiri, Syekh Nawawi Bantam. Banyak murid beliau, baik dari tanah Melayu atau tanah Sunda, apatah lagi putera Bantam sendiri. Dan banyak pula kitab yang beliau karang dalam bahasa Arab.

 Di antara kawan-kawannya yang telah sama pulang, ialah H.Abdurrahman, Haji Haris, H. Arsyad Thawil, H.Arsyad Qashir, Haji 'Akib dan Tubagus Haji Ismadl. Di antara kawannya yang sebanyak itu, adalah Tubagus Haji Ismail yang paling rapat dan kerapkali bertemu. Beliau berasal dari desa Gulacir, Kecamatan Balagendong, Kewedanan Kramatwatu, Wilayah Anyer Kabupaten Serang.

 Di Cilegon itulah terjadi pemberontakan pada tahun 1888, dan Ulama-ulama itulah yang menjadi pemimpinnya.

Baca kelanjutan tulisan di halaman berikutnya

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement