REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Allah SWT mengutus Nabi Muhammad kepada seluruh umat Islam. Bagi mereka yang beriman, maka kedatangannya adalah sebuah karunia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Ali Imran ayat 164,
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa utusan yang Allah kirim berasal dari bangsa mereka sendiri agar mereka dapat berkomunikasi dengannya, bertanya kepadanya, duduk semajelis dengannya, dan menimba ilmu darinya. Hal ini jelas lebih sangat diharapkan bila seorang rasul yang diutus kepada mereka berasal dari kalangan mereka sendiri.
Sehingga mereka dapat berkomunikasi dengannya dan merujuk kepadanya dalam memahami kalam Ilahi yang melewatinya. Karena itulah maka dalam firman berikutnya disebutkan,
{يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ}
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah.
Yang dimaksud ialah Al-Qur'an
{وَيُزَكِّيهِمْ}
dan membersihkan (jiwa) mereka.
Yakni yang memerintahkan mereka kepada kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar jiwa mereka menjadi bersih dan suci dari kotoran dan najis yang dahulu di masa mereka musyrik dan Jahiliah selalu mereka lakukan.
{وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ}
dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.
Yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.
{وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ}
Dan sesungguhnya sebelum itu.
Maksudnya, sebelum kedatangan Rasul Shalallahu'alaihi Wasallam
{لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Yakni benar-benar dalam kesesatan dan kebodohan yang nyata. Hal ini tampak jelas bagi setiap orang.
Sedangkan dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa Allah benar-benar memberi keuntungan dan nikmat kepada semua orang mukmin umumnya dan kepada orang-orang yang beriman bersama-sama Rasulullah khususnya. Karena Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka mudah memahami tutur katanya dan dapat menyaksikan tingkah lakunya untuk diikuti dan dicontoh amal-amal perbuatannya.
Nabi Muhammad langsung membacakan ayat-ayat kebesaran Allah menyucikan mereka dalam amal dan iktikad, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (Alquran) dan al-Hikmah (hadits). Adapun ia yang dimaksud al-Kitab adalah suatu kompendium semua pengetahuan yang diwahyukan (revealed knowledge), sedangkan al-Hikmah adalah mencakup semua pengetahuan perolehan (acquired knowledge).
Jika dihubungkan dengan keberadaan kalam dan falsafah, maka kalam lebih berat ke al-Kitab sedangkan falsafah lebih berat ke al-Hikmah, meskipun kedua-duanya mengagungkan satu dengan lainnya dengan tingkat keserasian tertentu yang datinggi. Keduanya bertemu dalam kesamaan iman dan kedalaman rasa keagamaan.