Ahad 27 Aug 2023 17:22 WIB

Pakar Ungkap Sejumlah Tantangan Perkembangan AI

AI digadang-gadang mampu menggantikan 375 jenis lapangan pekerjaan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Gita Amanda
Artificial Intelligence, ilustrasi
Foto: pixabay
Artificial Intelligence, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Diskoma #8 mengangkat tema 'Artificial Intelligence dalam Industri Komunikasi'. Tema tersebut diangkat lantaran perkembangan teknologi tersebut baru-baru ini kerap digunakan dalam berbagai sistem informasi.

“AI kalau kita bayangkan dulu itu jauh ya dengan sekarang. Kalau dulu itu kita bayangkan AI sangat canggih hingga tidak semua orang bisa menggunakan. Tapi sekarang justru AI sudah menjadi bagian dari hidup kita. Tentunya di samping kapabilitasnya, ada berbagai tantangan yang muncul,” kata Dosen Ilmu Komunikasi UGM Syaifa Tania, dalam keterangan, Ahad (27/8/2023). 

Baca Juga

Tania mengatakan AI digadang-gadang mampu menggantikan 375 jenis lapangan pekerjaan dalam perkembangannya. Kondisi ini tentu menuntut upaya besar untuk mengembangkan keterampilan pekerja yang baru agar lapangan pekerjaan tetap tersedia.

“Salah satu contoh penerapan AI di industri komunikasi adalah iklan. Jadi AI digunakan untuk mengakses konten media. Ini menjadi salah satu contoh yang familiar kita temui. Ketika kita sama-sama membuka satu website, bisa jadi iklan yang saya terima dengan yang anda terima itu beda meskipun website nya sama,” ucap Tania. 

Menurutnya, automatisasi AI untuk memenuhi kebutuhan individu secara khusus inilah yang membuat AI banyak dipakai dalam industri. Kapabilitas ini membantu industri menemukan target pasar yang tepat, hingga informasi tersampaikan dengan efektif

Tania menjabarkan empat hal utama yang menjadi tantangan berkembangnya AI. Pertama, proteksi konsumen terhadap produk dan layanan yang digunakan. 

"Kaitannya dengan privasi, ya. Kemudian adanya misinformasi, kita sudah sangat sering mendengar hoaks. Lalu news diversity, personalisasi berita yang memungkinkan institusi berita dan audiens sama-sama meraih keuntungan. Kemudian ada online targeting and community standard,” ungkap Tania. 

Layanan AI yang cenderung melakukan personalisasi informasi menyebabkan individu terpapar banyak informasi sejenis, sehingga muncul hambatan untuk mendapatkan informasi yang berbeda. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa hoaks saat ini mudah tersebar.

Hal senada juga disampaikan Head of Strategy Ambilhati, Rosinski Hiro. Rosinki juga memberikan gambaran bagaimana AI mempengaruhi hidup manusia. “Kalau kita bicara tentang industri, pekerjaan profesi maka kita perlu mengenal dua konsep. Pengetahuan kita itu adalah modal utama kita, sedangkan informasi adalah komoditas," katanya.

Ia menambahkan bahwa komoditas ini tentunya sudah diakuisisi oleh Google, Instagram, atau sekarang META. Ia meyakini AI selamanya tidak akan pernah menggantikan manusia, tapi manusia yang menggunakan AI lah yang akan lebih unggul.

Baginya, AI tidak perlu diposisikan sebagai ancaman, justru fokus yang harus dilakukan adalah bagaimana AI bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. "AI mungkin bisa menawarkan informasi yang lebih cepat, murah, dan banyak. Tapi manusia lebih bisa memberikan informasi secara tepat, berkualitas dan relevan. Kalau dibanding manusia, relevansi informasi dari AI masih sangat jauh," kata Rosinski. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement