Jumat 18 Aug 2023 07:41 WIB

Bulan Safar dalam Sejarah, Benarkah Membawa Sial?

Ada sejumlah mitos bulan Safar adalah bulan sial.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Bulan Safar di Tahun Hijriyah
Foto: Dom
Ilustrasi Bulan Safar di Tahun Hijriyah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Muharram pada tahun ini telah berakhir pada 17 Agustus 2023. Pada Jumat (18/8/2023) hari ini, umat Islam telah memasuki bulan Safar, yaitu salah satu bulan dalam penanggalan Islam.

Nama bulan Safar diambil dari kata "صَفَر" (safar) dalam bahasa Arab, yang berarti "kosong". Dinamakan Safar karena masyarakat Arab saat itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang atau bepergian jauh.   

Menukil dari buku “Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriyah” terbitan Balai Pustaka, Bulan Safar adalah bulan kedua setelah Muharam dalam kalender Hijriyah yang berdasarkan tahun qomariah ( Perkiraan bulan mengelilingi bumi).

Selain diambil dari kata kosong (safar), ada pula yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab Jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit Safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya.

Itulah sebabnya mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh dengan kejelekan. Pendapat lain juga menyatakan bahwa Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.

Karena itulah beberapa orang di masa lalu mungkin memiliki keyakinan atau kepercayaan tertentu terkait dengan bulan Safar, menganggapnya sebagai bulan yang membawa sial atau kesialan. Benarkah demikian?

Sebagiamana diketahui, dalam sejarahnya orang Arab jahiliah beranggapan terdapat kesialan terdapat kesialan pada bulan Safar. Pemikian jahiliah ini pun masih diwarisi oleh segelintir umat Islam zaman ini akibat lemahnya keimanan dalam jiwa.

Mereka beranggapan bulan Safar adalah bulan di mana Allah menurunkan kemarahan dan hukuman ke atas dunia. Oleh karena itu, banyak musibah dan bencana terjadi pada bulan Safar, khususnya pada Rabu Minggu terakhir.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan ini ternyata tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam yang shahih. Dalam Islam, tidak ada bukti yang menghubungkan bulan Safar dengan kesialan atau peristiwa buruk.

Seperti bulan-bulan lainnya, bulan Safar netral dari kesialan atau ketentuan nasib buruk. Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain, bukan karena bulan Safar itu sendiri. 

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Safar.” (HR Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Dawud 3911, Ahmad [II/327]).

Sebagai Muslim, kita dianjurkan untuk menghindari kepercayaan atau praktik-praktik yang tidak memiliki dasar dalam ajaran agama. Bulan-bulan dalam penanggalan Islam adalah ciptaan Allah dan tidak memiliki kekuatan sendiri untuk membawa sial atau kesialan.

Dalam ajaran Islam, yang penting adalah keimanan, ketakwaan, dan amal baik. Oleh karena itu, penting untuk tidak terjebak dalam pandangan yang tidak benar terkait dengan bulan-bulan tertentu, termasuk bulan Safar, dan tetap berpegang pada ajaran agama yang sahih.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement