Kamis 17 Aug 2023 14:49 WIB

Sahur, Ramadhan, dan Peristiwa 17 Agustus 1945

Hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 beriringan dengan bulan Ramadhan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Hari kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 beriringan dengan bulan Ramadhan. Foto:   Sjahrir, Sukarno, dan Hatta berfoto bersama Letnan Kolonel Van Beek (Komandan KST) di Yogyakarta.
Foto:

Malam itu, dari rumah Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui Somobuco, kepala pemerintahan umum, yakni Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajaki sikapnya mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Nishimura mengatakan bahwa karena Jepang sudah menyatakan menyerah kepada Sekutu, berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo. Tentara Jepang diharuskan tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis kebijakan itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta mengadakan rapat panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.

Soekarno kecewa dengan sikap Nishimura. Baginya, tidak ada gunanya lagi untuk membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan Jepang. Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda, sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung.

Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan BM Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks proklamasi. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun golongan pemuda, menunggu di serambi muka. Menurut Soebardjo, di ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam, rumusan teks proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun. Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas.

Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama dari teks proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai, sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka, dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.

Setelah kelompok yang menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks Proklamasi, kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin yang berkumpul di ruangan itu. Saat itu, dini hari menjelang subuh. Jam menunjukkan pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan membacakan rumusan teks proklamasi yang masih merupakan konsep.

Soebardjo melukiskan suasana ketika itu: "Sementara teks proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil makanan dan minuman dari ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya oleh tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas. Kami belum makan apa-apa ketika meninggalkan Rengasdengklok. Kemudian, teks proklamasi dibacakan pada saat proklamator menjalankan ibadah shaum."

Itulah sekelumit kisah perjuangan para pendiri bangsa. Nama dan usaha mereka akan tetap terkenang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement