Senin 14 Aug 2023 17:31 WIB

KH Hasyim Asyari dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia   

KH Hasyim Asyari adalah ulama besar dan pahlawan nasional.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Petugas beraktivitas di area komplek pemakaman di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jalan Irian Jaya, Kecamatan Ciwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (26/10/2022). Bersamaan dengan momen Hari Santri 2022, kawasan wisata religi ziarah makam Pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari dan Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid ramai dikunjungi peziarah serta wisatawan dari berbagai daerah. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas beraktivitas di area komplek pemakaman di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jalan Irian Jaya, Kecamatan Ciwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (26/10/2022). Bersamaan dengan momen Hari Santri 2022, kawasan wisata religi ziarah makam Pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari dan Presiden keempat KH Abdurrahman Wahid ramai dikunjungi peziarah serta wisatawan dari berbagai daerah. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun 1964 berdasarkan Kepu tusan Presiden No. 294/1964 mengakui KH Hasyim Asy'ari sebagai Pahlawan Kemer dekaan Nasional atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan Indonesia dari penjajahan.

Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, peran ulama tidak bisa diabaikan. Konon, pada detik-detik menjelang pengumuman kemerdekaan, Bung Karno tak melupakan ulama untuk diminta nasihatnya. Di Cianjur ia menemui dua ulama besar, yaitu KH Abdul Mukti dari Muham madiyah, dan KH Hasyim Asy'ari dari NU un tuk meminta masukan tentang kemer dekaan Indonesia.

Baca Juga

Pada zaman perang kemerdekaan, KH. Hasyim Asy'ari agar umat Islam Indonesia ikut serta berkontribusi untuk Indonesia. Sebagai komponen terbesar, muslim Indonesia harus berada pada peran vital. Baginya, Indonesia harus dibangun oleh para cerdik pandai muslim, bukan orang asing.

Pada tahun 1945, para kiai NU se-Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya mengadakan pertemuan khusus yang dimpimpin oleh KH Wahab Hasbullah. Dalam kesempatan itu, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan tausiyah tentang kewajiban umat Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan. 

Berpijak dari tausiyah itu, maka pertemuan tersebut mengeluarkan resolusi yang dikenal dengan 'resolusi jihad'. KH Hasyim Asy'ari adalah pejuang yang dikenal tidak pernah mau tunduk kepada penjajah Belanda dan Jepang. Ia sering dibujuk Belanda untuk tunduk, namun selalu ditolaknya. Akibat sikapnya yang nonkooperatif terhadap Belanda ini, pesantren Tebuireng pernah dihancurkan Belanda.

Pada sekitar tahun 1935, Belanda memainkan politik tipu muslihat. Gubernur Belanda bersikap melunak kepada pesan trennya. Pemerintah penjajah menawarkan bantuan. Tidak cukup itu, Belanda mengumumkan akan memberikan gelar Bintang Perak kepada KH Hasyim Asyari atas jasanya dalam mengembangkan pendidikan Islam. 

Tetapi gelar kehormatan dalam bidang pendidikan dan bantuan itu ia tolak. Penjajah Belanda tidak putus harapan. Untuk kedua kalinya KH Hasyim Asy'ari didekati dengan melakukan lobi-lobi melalui orang-orang suruhan Belanda. Menyampaikan maksud dari pemerintah Belanda akan memberikan gelar yang lebih tinggi lagi yaitu memberikan Bintang Emas.

Pemberian kedua ini pun ia tolak sekali lagi. Sebab beliau tahu bahwa pemberian gelar itu cuma akal-akalan Belanda supaya beliau jinak kepada penjajah asing (KH Saifudin Zuhri, Berangkat dari Pesantren, hal 607). Kyai Hasyim mengharamkan menerima bantuan Belanda. Siapa saja yang menerima dianggap berkhianat terhadap Islam dan Indonesia. 

Maka kurikulum pesantren pun murni, tidak ada pesanan penjajah, sistem juga tidak diubah ikut-ikutan sistem Be landa yang sekuler itu. Penolakan terhadap penjajah asing sudah mendarah-daging dalam diri santri di sejumlah pesantren di bumi Nusantara ini. Pesantren yang di dirikan juga pesantren-pesantren umum nya di tanah Jawa pada masa itu dijadikan benteng perjuangan dan agen perubahan sosial.

Kyai Hasyim pernah menyampaikan pidato tegas dalam acara pertemuan ulama seluruh Jawa Barat di Bandung. Ia mengatakan: "Kita seharusnya tidak lupa bahwa pemerintahan dan pemimpin mereka (Belanda) adalah Kristen dan Yahudi yang melawan Islam. Memang benar, mereka seringkali mengklaim bahwa mereka akan netral terhadap berbagai agama dan mereka tidak akan menganak emaskan satu agama, akan tetapi jika seseorang meneliti berbagai usaha mereka untuk mencegah perkembangan Islam pastilah tahu bahwa apa yang mereka katakana tidak sesuai dengan apa yang mereka praktekkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement