Kamis 10 Aug 2023 14:22 WIB

Ketika Saudah bintu Zam'ah Mendapatkan Gelar Ummahatul Mukminin

Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu anha merupakan istri kedua Rasulullah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Ketika Saudah bintu Zam'ah Mendapatkan Gelar Ummahatul Mukminin. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad
Foto: Dok Republika
Ketika Saudah bintu Zam'ah Mendapatkan Gelar Ummahatul Mukminin. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu anha merupakan istri kedua Rasulullah, yang dinikahi setelah meninggalnya Khadijah. Saudah dinikahi Nabi ketika berusia 55 tahun. Saudah adalah seorang wanita yang baik akhlaknya.

Seperti dikutip dari buku the Wonderful Ummahatul Mukminin oleh Erlan Iskandar, Dulu, sebelum menikah dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Saudah menjadi istrinya Sakran bin 'Amr.

Baca Juga

Sakran bin 'Amr adalah di antara orang yang masuk Islam paling awal. Ia pun mengajak istrinya untuk masuk Islam. Nama sang istri adalah Saudah bin Zam'ah. Oleh karenanya, Sakran dan Saudah termasuk As-sabiqunal Awwalun. 

Kaum kafir Quraisy memusuhi dan menyiksa orang-orang yang masuk Islam. Oleh karenanya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan sebagian para sahabat yang sering ditindas dan disiksa untuk pergi ke Habasyah, karena di sana akan aman.

"Sesungguhnya di negeri Habasyah ada seorang Raja yang tidak akan seorang pun di sisinya diperlakukan dengan zalim, maka pergilah kalian ke negeri tersebut sehingga Allah menjadikan bagi kalian jalan keluar dari keadaan kalian." (Riwayat Ibnu Ishaq). 

Saudah dan suaminya pun pergi berhijrah ke Habasayah bersama beberapa kaum muslimin lainnya. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Hijrah ke Habasyah yang pertama terjadi dibulan Rajab pada tahun ke-5 kenabian.

Rombongan kaum muslimin saat itu terdiri dari 11 orang laki-laki dan empat orang wanita. Mereka berjalan kaki menuju pantai dan menyewa perahu dengan setengah dinar.

Begitulah perjuangan para sahabat dalam berpegang teguh dan mempertahankan keislaman. Mereka berjalan kaki berhari-hari dan harus menyebrangi lautan supaya bisa bebas beribadah dan tidak lagi disiksa saat menjalankan perintah Islam.

Sepulang hijrah dari Habasyah, Saudah dan suaminya kemudian tinggal di Mekkah. Beberapa waktu kemudianQadarullah wa maa syaa-a fa'ala, Sakran (suami Saudah) ternyata meninggal dunia.

Saudah pun sedih, harus berpisah dengan suami tercinta. Namun, ia bersabar atas musibah yang menimpanya.

Di sisi yang lain, kala itu Nabi Muhammad pun tengah berduka, sebab Khadijah baru saja meninggal dunia. Kekasih hati yang selalu mendukung dan menguatkan dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang bersedih, tak ada seorang pun sahabat berani berbicara kepada Nabi terkait pernikahan. Sebab mereka tau jika Khadijah adalah wanita istimewa di hati Nabi.

Ada seorang shahabiyah bernama Khaulah binti Hakim (istrinya Utsman bin Mazh'un) yang memberanikan diri untuk bertanya kepada Nabi, "Wahai Rasulullah, apakah engkau hendak menikah?" Tanya Khaulah.

"Dengan siapa?" Sahut Nabi.

 "Jika ingin menikahi yang masih gadis, ada Aisyah yang merupaka putri dari sahabat yang kau cintai. Jika ingin menikahi janda, ada Saudah binti Zam'ah, yang beriman kepadamu dan juga meneladanimu." Jelas Khaulah.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun kemudian mengutus Khaulah untuk menyampaikan keinginan Nabi meminang Saudah. Saudah pun merasa bahagia. Ayah Saudah pun merestui hal tersebut. Hingga akhirnya, Saudah menjadi Istri Nabi dan mendapat gelar Ummahatul Mukminin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement