REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru pertama dan sosok yang paling berpengaruh dalam hidup seseorang adalah ibunya. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan ulama dan cendekiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi (1878-1960M).
"Aku bersumpah dengan nama Allah bahwa pelajaran paling berkesan yang pernah kuterima, yang seolah-olah selalu baru dalam hidupku adalah pelajaran-pelajaran yang berasal dari ibuku," kata Nursi dikutip dari dari buku Al-Lama'at terbitan Risalah Nur Press halaman 380.
Pelajaran tersebut membekas kuat dalam diri Nursi, sekaligus menjadi benih-benih dalam tubuhnya selama hidup yang hampir berusia 80 tahun. Padahal, Nursi telah menerima berbagai pelajaran dari sekitar 80 ribu orang. Bahkan, Nursi yakin bahwa semua pelajaran yang pernah dia dapat dibangun di atas benih-benih itu.
"Artinya, pelajaran yang ditanamkan oleh ibuku dalam fitrah dan jiwaku saat aku berusia satu tahun merupakan benih hakikat agung yang kusaksikan sekarang ini ketika usiaku mencapai delapan puluh tahun," jelas Nursi.
Namun, menurut Nursi, sifat belas kasih ibu yang berisi ketulusan dan pengorbanan pada zaman sekarang ini telah disalahgunakan. Seorang ibu tidak lagi berpikir tentang kekayaan yang lebih berharga dibanding intan permata yang akan diperoleh anaknya di akhirat nanti. Tetapi, sang ibu hanya mengarahkan perhatiannya kepada dunia fana yang hanya senilai serpihan kaca, lalu ia mengasihi dan menyayangi anaknya dalam aspek ini saja.
"Tentu saja, hal ini merupakan bentuk kasih sayang yang disalahgunakan," ucap Nursi.
Salah satu bukti kepahlawanan perempuan dalam memberikan pengorbanan tanpa pamrih dan tanpa sikap riya adalah kesiapan mereka mengorbankan jiwa mereka demi anaknya. Salah satu buktinya adalah apa yang terlihat pada ayam betina yang memberikan contoh kecil dari sifat kasih sayang ibu. Ia berani menyerang singa (anjing) dan mengorbankan jiwanya demi melindungi anak-anaknya yang masih kecil.
Menurut Nursi, hal yang paling utama dan terpenting dalam pendidikan Islam dan amal ukhrawi pada zaman sekarang ini adalah keikhlasan. "Nah, kepahlawanan dalam kasih sayang ibu tadi juga menghimpun sifat keikhlasan yang hakiki. Jika kasih sayang dan keikhlasan itu tampak pada kelompok yang penuh berkah itu, yaitu kelompok perempuan, maka keduanya akan menjadi sumber kebahagiaan dalam lingkungan Islam," kata Nursi menjelaskan.
Adapun pengorbanan ayah, tidak tanpa pamrih, tetapi menuntut upah dan balasan dari banyak sisi. Paling tidak berupa kebanggaan dan perasaan ingin dipuji. Namun sayang sekali, menurut Nursi, banyak perempuan yang menjadi riya dalam bentuk dan jenis yang lain sebagai akibat dari kelemahan mereka. Hal itu dilakukan untuk menyelamatkan diri dari kejahatan dan dominasi para suami yang zalim.