REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Seorang Muslim yang mempunyai sifat malu kepada Allah akan terjaga dari keburukan dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela. Sehingga orang yang punya sifat malu pada Allah tak akan mau turut serta dalam perbuatan maksiat. Sebab kendati perbuatan maksiat itu tidak diketahui orang lain, ia memiliki malu kepada Allah SWT yang Maha Mengetahui. Karenanya dengan sifat malu itu mencegah seseorang berbuat maksiat.
Orang yang memiliki malu juga menandakan memiliki kehormatan, harga diri, dan akhlak yang luhur. Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada sahabat Ali bin Abi Thalib berkaitan dengan pentingnya rasa malu pada diri seorang Muslim.
يَا عَلِيُّ، اَلدِّيْنُ كُلُّهُ فِي الْحَيَاءِ وَهُوَ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَالْبَطْنَ وَمَا وَعَى
Artinya: Wahai Ali, Agama itu semuanya terdapat pada sifat malu. Sifat malu itu kamu menjaga kepala dan apa-apa yang ada disekitarnya. Dan sifat malu itu menjaga perut serta apa-apa yang ada di dalamnya. (Lihat kitab Wasiyatul Mustofa yang disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani)
Maksudnya adalah sifat malu membuat seseorang menjadi punya kehormatan, harga diri. Itu berarti orang tersebut juga menjaga agamanya. Semisal orang yang malu jika harus marah-marah berarti dia sedang menjaga agamanya, orang tak mau mencuri karena punya rasa malu maka ia menjaga agamanya.
Rasul menyebut bahwa sifat malu itu kamu menjaga kepala dan apa-apa yang ada disekitarnya maksudnya seseorang akan terhindar dari pikiran-pikiran negatif, buruk sangka dan lainnya. Rasul menyebut sifat malu itu menjaga perut serta apa-apa yang ada di dalamnya maksudnya dengan sifat malu itu maka seseorang tidak akan sembarangan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Ia akan malu pada Allah bila mengkonsumsi makanan dan minuman yang haram.