REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menuntut ilmu agama termasuk di antara mati dalam keadaan jihad fisabilillah. Bila seseorang yang menuntut ilmu itu dikaruniai kesehatan dan umur yang panjang maka sudah tentu ilmunya akan membimbingnya dalam menjalani kehidupan. Sehingga karena ilmu yang telah diperolehnya ia akan selamat, memperoleh kemuliaan, kehormatan, derajat yang tinggi, kesenangan dan kebahagiaan hidup dan terhindar dari perbuatan yang dapat menghancurkan diri dan kehormatannya.
Namun, bagaimana bila seseorang itu meninggal ketika masih dalam tahap mencari ilmu? Maka sejatinya orang yang meninggal ketika tengah mencari ilmu akan memperoleh ganjaran yang sangat besar dari Allah.
Dalam kitab At Targib wat Tarhib terdapat sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Thabrani:
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ جَاءَهُ أَجَلُهُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمِ لَقِىَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّيْنَ إِلَّا دَرَجَةُ النُّبُوَّةِ.
Artinya: Barang siapa yang kedatangan ajal dan dia sedang menuntut ilmu, maka ia akan bertemu Allah (dengan derajat tinggi) di mana tidak ada lagi jarak antara dia dan para nabi melainkan satu derajat kenabian.
Maksudnya, orang yang meninggal ketika sedang menuntut ilmu maka ia memperoleh derajat yang sangat tinggi di hadapan Allah. Ia hanya selisih satu derajat di bawah para nabi. Ini menandakan sangat mulia dan beruntungnya orang yang menuntut ilmu. Sekalipun takdir menentukannya meninggal maka karena sebab usahanya menuntut ilmu dapat mengantarkannya pada derajat yang tinggi.