REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Muharram merupakan tanda awal tahun Hijriyah. Namun demikian, di bulan ini pula cucu Rasulullah SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, wafat karena dibunuh sehingga Muharram disebut sebagai bulan Muharram.
Namun demikian, bolehkah umat Muslim menyelenggarakan perayaan seperti pesta pernikahan dan bergembira di bulan Muharram? Melansir laman About Islam, mantan presiden Masyarakat Islam Amerika Utara Muzammil H Siddiqi menjelaskan, Islam mendorong umatnya menikah sesegera mungkin selama mereka mampu secara finansial dan fisik.
Perkawinan dalam Islam adalah perintah agama sekaligus sunnah Nabi. Apa yang beredar tentang pernikahan di bulan Muharram adalah klaim tak berdasar yang tidak memiliki landasan agama.
Hari Asyura (10 Muharram) tentu menjadi hari yang menyedihkan dalam sejarah Islam. Pada hari inilah cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, bersama dengan banyak anggota keluarganya dibantai secara brutal di Karbala pada tahun 61 Hijriyah atau 680 Masehi.
Penting untuk mengingat peristiwa tragis itu dan mengambil pelajaran darinya. Puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram juga merupakan sunnah Rasulullah SAW .
Nabi SAW melakukan puasa pada hari ini mengingat pembebasan Allah dari Nabi Musa dan para pengikutnya dari penganiayaan dan penindasan di bawah Firaun. Akan tetapi, selain berpuasa dan mengenang peristiwa tragis syahidnya cucu Rasulullah tersebut, tidak ada hari berkabung lain yang diwajibkan pada hari-hari tersebut.
Tidak ada salahnya mengadakan upacara pernikahan atau pesta lainnya pada hari ini atau di bulan Muharram. Semua hari adalah milik Allah dan Muslim tidak boleh berpikir takhayul atas bulan atau hari apa pun.