REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dahulu Kabah pernah ada dalam suasana yang mencekam. Penuh lumuran darah. Banyak nyawa melayang. Banyak mayat di sekeliling Kabah. Ibadah haji harus terhenti selama 10 tahun. Ini adalah waktu kosongnya Kabah yang paling lama dalam sejarah.
Peristiwa itu bermula dari Irak yang saat itu muncul seorang pengkhutbah sekaligus pendiri aliran Syiah Ismailiyah bernama Hamdan bin Al Ash'ath di Irak. Dia dikenal dengan Hamdan Qarmat.
Dia bertubuh pendek dan kalau jalan gerakannya khas. Dia bercerita soal Ahl al-Bayt, kezaliman dan maksiat, hingga memiliki banyak pengikut.
Suatu kali, dia mengutus salah satu pembantunya ke Bahrain dan Qatar untuk memulai gerakan baru. Nama pembantu tersebut adalah Abu Said Hasan bin Bahram Al Jannabi atau Abu Said Al Jannabi. Sebagian besar masyarakat Bahrain berhasil dijadikan pengikut. Kemudian ekspansi lagi ke Yaman, Maroko, dan Iran.
Pengikut mereka pun bertambah banyak. Basis sentral kelompok Abu Said Al Jannabi ini ada di kota Salamiyah, Suriah.
Abu Said Al Jannabi sebetulnya adalah salah satu pengikut aliran Syiah Ismailiyah yang didirikan oleh Hamdan Qarmat. Namun pada 899 Masehi, dia muncul di Maroko dengan mengganti namanya menjadi Ubaidillah Al Mahdi.
Dia mengeklaim sebagai imam kesebelas umat Islam. Dia juga mengeklaim sebagai cucu dari Muhammad bin Ismail, dan menyatakan bahwa Muhammad bin Ismail bukanlah Mahdi.
Dia menyerukan aliran ini bukan lagi bernama Ismailiyah tetapi Mahdiyah, sebagaimana namanya.
Di situlah Hamdan Qarmat berselisih dengan Abu Said Al Jannabi (Ubaidillah Al Mahdi). Mereka berdua pun berpisah dan mengambil jalan sendiri-sendiri.
Namun Abu Said Al Jannabi membentuk negara bersama basisnya di Bahrain, Irak dan Khurasan, dengan menggunakan nama Daulah Qarmatian.
Dia tetap mempertahankan nama Qarmatian untuk melanjutkan gerakan yang telah dimulainya bersama Hamdan Qarmat.
Meski, basis Ubaidillah Al Mahdi (atau Abu Said Al Jannabi) sebetulnya lebih besar dari Hamdan Qarmat. Lalu aliran Mahdiyah yang dibawa Abu Said Al Jannabi ini menyebar ke seluruh Afrika utara, lalu ke Mesir dan menjadi negara Fatimiyah.
Jenderal yang membantunya adalah Jawhar Al Saqili bersama Al Muizz li-Din Allah Al Fatimi.
Daulah Qarmatian semakin berkembang dan menjadi negara sosialis besar di Bahrain, Irak, dan Jazirah Arab.
Situasi pun menjadi stabil antara Fatimiyah dan Qarmatian. Banyak dari pengikut Qarmatian yang kemudian bermigrasi dan tinggal di Mesir. Orang-orang Qarmatian memasuki Mesir sebagai suku pendatang.
Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko
Kelompok Qarmatian dianggap berhasil mendirikan negara sosialis yang revolusioner dengan melawan Dinasti Abbasiyah dan Fatimiyah.
Mereka makan dari apa yang mereka tanam dan uangnya dibagikan secara merata kepada sesama mereka, untuk menciptakan semacam keadilan sosial antara satu sama lain.
Abu Said Al Janabi meyakini prinsip penghancuran segala sesuatu untuk bisa membangun kembali dengan baik. Untuk itu, dia bermaksud melakukan perlawanan terhadap Dinasti Abbasiyah dan Fatimiyah.
Dia bersama pengikutnya menyerukan perlunya menghancurkan Kabah sampai munculnya Mahdi "Muhammad bin Ismail" yang diharapkan.
Kemudian negara mereka akan lebih kuat dan Islam akan menang. Karena itu, Abu Said menyusun rencana menyerang Makkah selama musim haji.