Senin 03 Jul 2023 19:16 WIB

Kebutuhan Bermain Anak dan Mainan di Masa Nabi Muhammad

Nabi Muhammad sangat memperhatikan kebutuhan anak-anak.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Kebutuhan Bermain Anak dan Mainan di Masa Nabi Muhammad. Foto:   Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad
Foto: Dok Republika
Kebutuhan Bermain Anak dan Mainan di Masa Nabi Muhammad. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, Ustaz Abdullah Zaen Lc.,MA mengatakan, seseorang bisa terjangkiti kejenuhan akibat rutinitas harian itu-itu saja, bila tidak disisipi refreshing. Sekalipun ia orang dewasa yang akalnya telah sempurna, terlebih anak kecil yang akalnya belum sempurna. Ia lebih berpotensi untuk terjangkiti kejenuhan.

"Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memperhatikan terpenuhinya kebutuhan itu bagi anak kecil. Bukan hanya memaklumi anak-anak yang punya mainan, bahkan beliau sendiri bermain dengan mereka," kata Ustadz Abdullah dalam keterangan tertulisnya.

Baca Juga

Ustadz Abdullah menjelaskan, Terkait dengan mainan, Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan, “Angin berhembus hingga menyingkap ujung tirai raknya, hingga terlihatlah boneka-boneka miliknya. Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bertanya, “Apa itu wahai Aisyah?”. Ia menjawab, “Bonekaku”. Nabi melihat di antara boneka itu terdapat boneka kuda dari kain perca yang memiliki sepasang sayap. Beliau bertanya lagi, “Boneka apa itu yang ada di tengah?”. Aisyah menjawab, “Boneka kuda”. Nabi berkata, “Apa yang ada padanya?”. Aisyah menjawab, “Sepasang sayap”. Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berkata, “Koq kuda memiliki sepasang sayap?”. Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Nabi Sulaiman ‘alaihis salam memiliki kuda yang bersayap?”. Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pun tertawa (lebar) saat mendengarnya, hingga aku bisa melihat gigi geraham beliau”._ HR. Abu Dawud (no. 4932).

Beliau juga menghibur seorang anak kecil bernama Abu Umair, saat mainannya berupa burung kecil mati. HR. Bukhari (no. 6129) dan Muslim (no. 2150). Tidak cukup sekedar memastikan anak kecil memiliki mainan, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri bermain dengan anak kecil.

Ya’la bin Murrah radhiyallahu ’anhu menceritakan, “Suatu hari kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Di tengah jalan kami diundang menghadiri jamuan makan. Ternyata Husain radhiyallahu ‘anhu sedang bermain di jalan. Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bergegas mendahului kami lalu membentangkan kedua tangannya. Anak kecil tersebut berlari ke sana ke mari. Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mencandainya dan membuatnya tertawa. Hingga beliau berhasil menangkapnya”. HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 364).

Ustadz Abdullah mengatakan terdapat catatan penting bagi orang tua dalam memberikan permainan pada anak. Pertama, Pilihlah permainan yang minim dampak negatifnya.

"Di zaman ini banyak sekali permainan dan mainan yang lebih dominan efek buruknya dibanding efek positifnya. Contohnya, Play Stasion, game online, menghabiskan waktu dengan HP dan yang semisalnya. Permainan seperti ini tentunya harus dihindari. Berilah alternatif permainan lain yang tidak sekedar menyenangkan, namun juga menyehatkan dan tidak menguras kantong orang tua," kata Ustadz Abdullah.

Ustadz Abdullah melanjutkan, yang kedua ada saatnya bermain dan belajar. Tidak benar membiarkan bermain sepanjang hari, atau sebaliknya memforsirnya untuk terus menerus belajar. Namun anak perlu dibiasakan membagi waktu dengan baik.

"Kejenuhan, ketidaktertarikan belajar, tidak bisa diam dan ketidakfokusan belajar pada anak kecil, sangat mungkin terjadi. Kita justru berusaha mengajarkan kepada mereka, bagaimana melewati semua itu menuju keseriusan belajar sesungguhnya. Kita perlu memberikan kejelasan kapan saatnya serius belajar, dan kapan saatnya bermain," kata Ustadz Abdullah.

"Contoh sederhana, Ketika jam bermain, biarkanlah anak melakukan aktifitas bermain. Bahkan akan baik sekali bila orang tua ikut terlibat dalam permainan mereka. Tapi saat mereka memulai sebuah pembelajaran, maka saat itu keseriusan ditunjukkan oleh orang tua, sekaligus terus diingatkan pada anak. Selain itu di setiap pembelajaran perlu ada waktu istirahat perpindahan dari pembelajaran satu ke pembelajaran lain. Di momen itu, anak bisa mengekspresikan keinginan bermainnya beberapa saat," lanjut Ustadz Abdullah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement