REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftahul Huda menyampaikan kurban yang dilakukan dengan cara daring atau online dan dengan akad tawqil itu sah.
Yang dimaksud kurban dengan akad tawqil, yaitu pekurban mewakilkan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk menerima sejumlah uang agar dibelikan hewan kurban, disembelihkan, dan didistribusikan.
Kiai Miftah juga menuturkan, MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 37 tahun 2019 tentang hukum daging kurban yang diolah dan diawetkan. Demi kepentingan kemaslahatan, daging kurban juga boleh diolah dan diawetkan, serta didistribusikan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan. Dengan syarat, rentang waktunya tidak boleh sampai pada waktu kurban berikutnya.
Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ahsin Sakho Muhammad juga memaparkan, kurban yang dilaksanakan dengan cara online merupakan kegiatan muamalah yang dilakukan tidak secara fisik tetapi melalui jaringan internet dengan akad tawqil.
Artinya, pekurban tidak mendatangi langsung panitia kurban atau lembaga tertentu yang kemudian biasanya langsung menerima kwitansi fisik. Adapun kurban online berbeda dengan hal ini.
"Kurban online seperti membeli barang secara online," kata dia.
Lembaga yang menerima dana kurban bertanggungjawab terhadap...