REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) melalui sidang Itsbat bersama ormas Islam telah menetapkan bahwa Idul Adha 1444 H/ 2023 M jatuh pada Kamis (29/6/2023). Penetapan ini berbeda dengan Pemerintah Arab Saudi yang menetapkan Hari Raya Kurban itu pada Rabu (28/6/2023).
Perbedaan itu pun akan berdampak juga dengan pelaksanaan Puasa Arafah yang dianjurkan untuk dilaksanakan pada sembilan Dzulhijjah. Terkait dengan perbedaan waktu tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis), KH Jeje Zaenudin, turut memberikan penerangan kepada umat Islam.
Kiai Jeje menjelaskan, penyebutan istilah hari Arafah pada asalnya adalah untuk tanggal, bukan pada tempat ataupun aktivitas tertentu. Hari Arafah adalah tanggal sembilan Dzulhijjah, baik ada yang wukuf ataupun tidak, baik ada yang puasa ataupun tidak.
Karena penyebutan nama hari jika pada nama hari-hari dalam sepekan maka maksudnya adalah benar-benar nama hari tersebut secara hakiki. Misalnya, ‘yaum isnaen’ artinya adalah hari Senin, dan tidak ada kaitannya dengan tanggal, dan hari Senin bisa tanggal berapa saja.
Namun, jika disebut nama hari yang bukan kepada nama hari yang tujuh dalam seminggu itu maknanya adalah tanggal. Umpamanya dikatakan, “Ayyamul Bid” (hari-hari purnama) maksudnya adalah tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Lalu, “Yaum Tarwiyah” artinya adalah tanggal delapan Dzulhijjah, dan “Yaum Tasyrik” artinya tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, tidak peduli ia jatuh pada hari apa saja.
"Maka demikian juga jika dikatakan ‘Shaum Yaum Arafah’ maksudnya puasa tanggal sembilan Dzulhijjah, tidak peduli jatuh pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, ataupun Ahad," ujar Kiai Jeje dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (26/6/2023).
Lihat halaman berikutnya >>>