Senin 05 Jun 2023 04:50 WIB

Filosofi Nikah: Pembeda Hewan dan Manusia Berakal Sehat

Tradisi nikah mengangkat derajat manusia ke tingkatan luhur, sehingga mereka mulia.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Erdy Nasrul
Sejumlah pengantin membawa buket bunga usai mengikuti nikah massal juara di Stadion Patriot Chandrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (14/5/2023). Pemerintah Provinsi Jawa Barat memfasilitasi kegiatan nikah massal gratis yang sah secara agama dan hukum untuk 300 calon pengantin.
Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Sejumlah pengantin membawa buket bunga usai mengikuti nikah massal juara di Stadion Patriot Chandrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (14/5/2023). Pemerintah Provinsi Jawa Barat memfasilitasi kegiatan nikah massal gratis yang sah secara agama dan hukum untuk 300 calon pengantin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah membedakan manusia dengan hewan, salah satunya dengan nikah. Di dalamnya ada akad, unsur mengundang tetamu sehingga diketahui orang banyak, dan syariat. Ikrar telah menjadi pasangan suami dan istri dilakukan dalam ajaran agama. 

Melalui nikah, suami dan istri dibolehkan menjaga keturunan melakukan reproduksi, dan pergaulan sepasang suami dan istri dengan cara yang layak sebagaimana diajarkan agama.

Baca Juga

Islam telah banyak mengatur perihal pernikahan antara seorang pria dan wanita. Di dalam pernikahan juga terdapat banyak manfaat yang dapat diambil oleh manusia. Dua insan yang menikah juga bertujuan agar dapat melampiaskan keinginan seksual di tempat yang halal.

Dikutip dari buku Siap Menikah oleh Muhammad Abduh Tuasikal, tujuan menikah di antaranya adalah untuk mendapatkan tempat yang halal dalam melampiaskan keinginan seksual. Sedangkan kalau dengan jalan pacaran, itu jalan yang haram. Bahkan Allah memerintahkan untuk mencari keturunan dengan hubungan intim. Sebagaimana tafsiran dari salah satu ayat,

فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ

Maka sekarang campurilah mereka dan raihlah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al-Baqarah ayat 187). Salah satu tafsiran dari ayat ini adalah carilah keturunan dari hubungan intim. Bahkan menaati suami dalam hubungan intim adalah jalan mudah bagi seorang istri untuk meraih pahala.Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت أن تجيء لعنتها الملائكة حتى تصبح

“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang (baca: untuk berhu-bungan intim), lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh.” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).

Yang akan menikah harus mengetahui beberapa aturan berikut saat hubungan intim:

1. Disunnahkan bercumbu rayu sebagai pemanasan terlebih dahulu di awal-awal hubungan badan.

2. Menyetubuhi istri di kemaluan, terserah dari depan atau belakang.

3. Tidak boleh menyetubuhi istri di dubur.

4. Tidak boleh menyetubuhi wanita pada masa haid.

5. Jika seorang pria kuat, ia boleh mengulangi hubungan intim untuk kedua kalinya, tetapi hendaknya berwudhu terlebih dahulu.

6. Boleh-boleh saja suami istri tidak berpakaian sehingga bisa saling melihat satu dan lainnya.

7. Istri hendaklah tidak menolak ketika diajak hubungan intim oleh suaminya.

8. Tidak boleh menyebarkan rahasia hubungan ranjang. Dan ingatlah poin penting bahwa hubungan intim dan bersenang-senang antara suami istri itu berpahala besar.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وفي بُضع أحدكم صدقة – قالوا يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال – أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه فيحا وزر فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر

“Dan hubungan intim di antara kalian adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa mendatangi istri dengan syahwat (disetubuhi) bisa bernilai pahala?” Ia berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada yang meletakkan syahwat tersebut pada yang haram (berzina) bukankah bernilai dosa? Maka sudah sepantasnya meletakkan syahwat tersebut pada yang halal mendatangkan pahala.” (HR. Muslim, no. 1006).

Jimak (bersetubuh atau hubungan intim) bisa bernilai ibadah jika maksudnya adalah untuk menunaikan hak istri, bergaul baik dengannya, dan melakukan kebajikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Di samping itu, jimak bisa bernilai ibadah bila maksudnya untuk memperoleh keturunan yang sholeh, membentengi diri agar tidak terjerumus dalam zina, agar pasangan tidak memandang hal-hal yang diharamkan, juga agar tidak berpikiran atau bermaksud yang bukan-bukan, atau niatan baik lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 7:83-84)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement