yang sama, yakni bolehnya seorang wanita meminum obat agar menunda haidhnya.
Imam Ahmad bin Hanbal dalam nashnya versi riwayat Shalih dan Ibnu Manshur tentang wanita yang meminum obat hingga darah haidhnya berhenti selamanya: hukumnya tidak mengapa asalkan obat itu dikenal (aman).
Mazhab Al-Malikiyah
Ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah juga berpendapat serupa. Di antaranya Al-Hathaab dalam kitabnya Mawahib al-Jalil
Mahzhab Asy-Syafi'iyah
Al-Ramliy dari kalangan mazhab As-Syafi\'i dalam An-Nihyah juga cenderung untuk membolehkan.
Kedua, Pendapat yang Mengharamkan
Sedangkan di antara ulama yang mengharamkan penggunaan pil penunda haidh adalah Syeikh Al-'Utsaimin. Dalam fatwanya beliau mengatakan dalam masalah ini agar para wanita tidak menggunakannya dan biarkan saja semua sesuai taqdir Allah azza wa jalla serta ketetapan-Nya kepada wanita.
Karena sesungguhnya Allah memberikan hikmat tersendiri dalam siklus bulanan wanita itu. Apabila siklus yang alami ini dicegah, maka tidak diragukan lagi akan terjadi hal-hal yang membahayakan tubuh wanita tersebut.
Padahal nabi SAW telah bersabda, "Janganlah kamu melakukan tindakan yang membahayakan dirimu dan orang lain."
Dengan demikian, seandainya ada wanita yang ingin menggunakan pil penunda haidh agar sukses dan efisien dalam mengerjakan ibadah haji, tidak bisa disalahkan. Karena setidaknya hal itu dibolehkan oleh banyak ulama, meski ada juga yang melarangnya.
Namun yang membolehkan lebih banyak dan lebih kuat hujjahnya, bahkan memang tidak ada larangan pada dasarnya atas tindakan itu.