Rabu 24 May 2023 09:00 WIB

Ustadz Ahmad Sarwat Sebut Peradaban Islam Paling Kaya Buku

Karya umat Islam berupa manuskrip banyak tersimpan di berbagai kampus Barat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Ustadz Ahmad Sarwat Sebut Peradaban Islam Paling Kaya Buku. Foto:  Arab Saudi Dapatkan Manuskrip Kedokteran Islam Abad 14
Foto: Arab News
Ustadz Ahmad Sarwat Sebut Peradaban Islam Paling Kaya Buku. Foto: Arab Saudi Dapatkan Manuskrip Kedokteran Islam Abad 14

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Founder Rumah Fiqih Indonesia (RFI) di Jakarta, Ustadz Ahmad Sarwat menyebut peradaban Islam sebagai peradaban yang paling banyak memiliki buku. Bahkan, menurut dia, tidak ada umat agama lain yang bisa melahirkan buku ilmiah sebanyak umat Islam.

“Memang kalau bicara tentang perpustakaan, peradaban Islam itu boleh dibilang peradaban yang paling punya banyak buku atau literatur, karena kan peradaban Islam itu kan peradaban keilmuan,” ujar Ustadz Sarwat kepada Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).

Baca Juga

“Jadi, dia antara sekian agama, baik itu agama Samawi atau agama ardhi yang paling banyak warisan karya-karya ilmiahnya itu memang umat Islam,” imbuhnya.

Menurut dia, hal itu dapat dibuktikan dengan maraknya toko buku di Timur Tengah. Bahkan, kitab-kitab yang dikarang umat Islam dan dijual di toko buku tersebut bisa berjilid-jilid.

“Kalau lihat di toko-toko buku di Timteng, buku itu dibikin berjilid-jilid ada yang sampek 10 jilid, 15, dan 20 jilid. Itu gak ada di dalam peradaban agama lain yang sampai berjilid-jilid begitu,” ucap Ustadz Sarwat.

Dia mengatakan, karya umat Islam yang masih berupa manuskrip juga masih banyak dan tersebar di berbagai kampus di Barat, seperti di Belanda, di Prancis, di Inggris, dan sejumlah negara lainnya. “Ketika mereka dulu menjajah negeri Islam banyak karya-karya para ulama yang mereka bawa pulang dan dianggap sebagai milik mereka,” kata Ustadz Sarwat.

“Ini menunjukkan bahwa kalau bicara warisan kepustakaan ya umat Islam paling banyak sebenarnya di Timur Tengah,” jelas dia.

Namun, menurut dia, hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia. Karena, menurut dia, di Indonesia yang justru lebih banyak berkembang bukan tradisi keilmuannya, melainkan tradisi ritual keagamaannya yang bersifat seremonial.

“Jadi lebih kepada ritualnya ketimbang yang lebih merupakan gerakan intelektualnya,” ujar dia.

Sejak 1980-1990-an, menurut dia, semangat keislaman di perkotaan memang mulai bangkit. Buku-buku keislaman pun banyak muncul di Indonesia. Namun, menurut dia, buku keislaman yang banyak ditulis di Indonesia lebih banyak yang fiksi.

“Buku-buku yang lebih banyak beredar atau yang diterbitjan itu lebih kepada buku-buku yang siftnya fiksi, eperti novel-novel keislaman, bukan buku ilmiah. Jadi agak sedikit ada jarak antara buku karya ilmiah dan buku produk populer,” tutupnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement