REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak terasa Idul Adha akan segera tiba, umat Islam pun dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban. Meski dihukumi sunnah muakkad hingga wajib, ibadah kurban boleh tidak ditunaikan. Sebagaimana dalam sebuah hadits, yaitu:
Dari Abu Suraihah ra., beliau berkata:
رأيت أبا بكر وعمر وما يضحيان
“Aku pernah melihat Abu Bakr dan ‘Umar tidak berqurban.” (HR. Abdur Rozaq no. 8139; sanad shahih)
Direktur Pusat Penelitian Halal UGM, Nanung Danar Dono menjelaskan ada empat hal yang dapat dijelaskan terkait hadits di atas.
Pertama, ibadah qurban hukumnya wajib atau sunnah muakkadah bagi kita yang secara materi (finansial) telah dimampukan oleh Allah SWT. Jika kita secara materi tidak mampu, boleh kita tidak melaksanakan ibadah qurban.
Kedua, boleh tidak berqurban (saat secara materi memang sedang tidak memungkinkan ini pernah ditunjukkan oleh dua Sahabat terdekat Rasulullah ﷺ, yaitu: Abu Bakar Ash-Shiddiq dan 'Umar ibnu Khattab. Beliau berdua pernah tidak berqurban, karena memang kondisi finansial saat itu sedang tidak memungkinkan.
Ketiga, ita yang secara materi kondisinya tanggung, artinya kaya raya tidak, miskin juga tidak, maka sangat baik kalau kita membiasakan diri menabung, agar bisa berqurban dengan sempurna. Menabung ini juga sebagai bukti iman kita kepada Allah Swt., sekaligus sebagai bukti (kepada Allah Swt.) bahwa kita benar-benar berniat untuk bisa berqurban.
Menabung ini bisa secara mandiri dengan menyisihkan pendapatan keluarga, lalu disimpan di rumah atau di lembaga keuangan. Bisa pula menabung (secara kolektif) melalui potong gaji oleh bendahara kantor (bagi kita yang bekerja sebagai ASN / PNS, atau staf di sebuah instansi).
Bendahara gaji, sesuai kesepakatan dengan staf yang bersangkutan, akan memotong gaji setiap bulan, lalu dibantu ditabungkan. Di akhir tahun, staf tersebut akan mendapatkan segepok uang dari hasil tabungan bulanannya. Cara menabung melalui potong gaji semacam ini ini dirasa lebih ringan karena kita tidak mengeluarkan uang (secara fisik), namun di akhir tahun kita menerima uang yang cukup banyak dari hasil tabungan kita.
Keempat, kita masing-masing pasti bisa mengukur kemampuan finansial kita. Jika memang memungkinkan, maka semestinya kita berqurban. Jangan sampai kita yang secara materi sudah dimampukan Allah, tapi enggan melaksanakannya.n Ratna Ajeng Tejomukti
Allah Swt. adalah Rabb yang Maha Melihat. Allah Swt. pasti mengetahui bahwa sesungguhnya kita termasuk hamba Allah yang mampu (untuk berqurban) atau yang tidak mampu (lalu dimaafkan). Jangan sampai kita yang secara materi mampu, tetapi malas melaksanakannya.