REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Zulkaidah 1444 H jatuh pada Ahad 21 Mei 2023 besok. Dalam Islam, Zulkaidah termasuk dalam bulan yang memiliki keutamaan besar. Bulan tersebut menarik untuk disimak baik secara bahasa maupun sejarahnya.
Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Syihabuddin Qalyubi menjelaskan, Zulkaidah adalah bulan ke sebelas dalam Tahun Hijriyah.
Asal kata Zulkaidah dari bahasa Arab. Dalam kamus al Ma'ani, kata dzu bermakna pemilik, tetapi bila disandingkan dengan kata lain, maka akan menghasilkan makna baru.
Kata "qa'dah" adalah hasil proses pembentukan dari kata "qa'ada", yang salah satu maknanya ialah 'tempat yang diduduki'. Jika dilihat secara etimologi, Zulkaidah berarti orang yang memiliki tempat duduk. Dapat dipahami pula, Zulkaidah merujuk pada orang yang duduk dan tidak bepergian.
Kata dasar "qa'ada" juga menghasilkan bentuk kata lain yang jika diamati, ada dalam medan makna yang sama. Salah satunya adalah "taqoo'ud" yang memiliki arti pensiun. Secara konotatif "taqoo'ud" mengacu pada orang yang sudah purnatugas sehingga pekerjaannya berkurang dan cenderung lebih banyak duduk.
Kamus Lisaanul 'Arab juga menjelaskan tentang Zulkaidah secara histori. Dijelaskan dalam kamus tersebut, bahwa orang Arab tidak bepergian, tidak keluar untuk mencari pakan ternak, dan tidak pula melakukan peperangan.
Mengapa demikian? Karena di bulan tersebut, orang Arab kala itu memberikan penghormatan pada bulan tersebut. Karenanya, wilayah jazirah Arab selama bulan tersebut menjadi tenang. Pendapat lain menyebutkan, orang Arab tidak bepergian di bulan Zulkaidah karena sebagai persiapan untuk melaksanakan haji.
Bulan Zulkaidah juga merupakan salah satu di antara empat bulan yang dimuliakan, selain Muharram, Rajab, dan Dzulhijjah. Empat bulan mulia ini diabadikan dalam Alquran.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu di dalamnya, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa." (QS At-Taubah Ayat 36)
Bangsa Arab tidak melakukan peperangan pada empat bulan tersebut. Ulama Tafsir Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ulama berbeda pendapat tentang larangan atau haramnya memulai peperangan di empat bulan suci dalam Islam itu.
Pendapat pertama menyatakan, keharaman memulai peperangan pada empat bulan suci itu telah dimansukh atau dihapus oleh ayat 36 Surah At-Taubah. Artinya, keharaman tersebut sudah tidak berlaku dengan turunnya ayat 36 Surah At-Taubah.
Itu karena ayat 36 Surah At-Taubah mengandung perintah yang sifatnya umum, sehingga, peperangan bisa dilakukan di bulan haram sekalipun. Pendapat ini merujuk pada kisah Rasulullah SAW yang mengepung penduduk Thaif pada bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, sebagaimana dijelaskan dalam dua shahih.
Pendapat berikutnya mengatakan, memulai peperangan di empat bulan suci itu hukumnya tetap haram. Pendapat kedua ini merujuk pada firman Allah SWT: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram..." (QS Al-Maidah Ayat 2)
Dalam pendapat yang kedua ini, memulai peperangan pada empat bulan suci itu memang haram, tapi tetap dibolehkan untuk memerangi orang-orang musyrik di empat bulan haram tersebut, dengan catatan jika musuh Islam yang memulai.