REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim diperintahkan hanya mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal. Baik itu halal secara dzatiyah atau wujud makanan makanannya ataupun halal dari aspek asal memperoleh makanan tersebut. Maka tidak boleh bagi seorang Muslim memakan makanan yang diperoleh dari cara yang haram seperti hasil mencuri kendatipun fisik makanannya halal.
Tak hanya itu makanan dan minuman yang halal tersebut juga dianjurkan yang baik (thayyiban) untuk kesehatan, yakni makanan yang sehat memiliki gizi sehingga memberi dampak positif bagi kesehatan orang yang memakannya.
Sebab makanan yang halal thayyiban sangat berpengaruh terhadap orang, baik jasmaniyah maupun bathiniyahnya. Secara jasmani, makanan yang halal dan thayyib sudah pasti memberikan kesehatan dan energi. Secara batin, makanan yang halal dan thayyib akan membuat manusia semakin baik dalam menjalankan agamanya, semakin bersih hatinya, serta terkabul semua hajat yang diinginkannya. Sebagaimana pesan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib seperti dikutip dalam kitab Wasiatul Mustofa karangan Imam Asy Sya'rani:
يا علي. من اكل الحلال صفا دينه، ورق قلبه، ولم يكن لدعو ته حجاب
Wahai Ali, barang siapa yang makan makanan halal maka agamanya akan bersih, hatinya akan lembut, dan tidak akan terhalang doanya
Orang yang makan-makan halal dia akan termotivasi untuk melaksanakan ketaatan dan perbuatan baik yang bermaslahat bagi dirinya dan orang banyak. Tak hanya itu, memakan makanan yang halal dan dari sumber yang halal akan mendatangkan keberkahan dan mempermudah seseorang dalam memperoleh ilmu. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah riwayat:
مَنْ أَكَلَ الْحَلَالَ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً، نَوَّرَ اللهُ قَلْبَهُ وَأَجْرَى يَنَابِيْعَ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ
“Barangsiapa yang memakan makanan halal selama 40 hari, maka Allah akan menerangkan hatinya dan akan mengalirkan sumber-sumber ilmu hikmah dari hatinya pada lisannya.” (HR Abu Nu’aim)