Jumat 12 May 2023 15:18 WIB

Apakah Alam adalah Makhluk Allah yang Lama atau Baru Setelah Manusia?

Alam semesta, sebagaimana juga manusia, merupakan ciptaan Allah.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Apakah Alam adalah Makhluk Allah yang Lama atau Baru Setelah Manusia?
Foto: EPA/Olivier Maire
Apakah Alam adalah Makhluk Allah yang Lama atau Baru Setelah Manusia?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alam semesta, sebagaimana juga manusia, merupakan ciptaan Allah. Keduanya saling berhubungan, dan manusia kerap mengambil manfaat dari hadirnya alam semesta.

Lantas demikian, apakah alam semesta merupakan makhluk Allah yang lama atau baru setelah manusia diciptakan? Aksin Wijaya dalam buku Teori Interpretasi Alquran Ibnu Rusyd menjelaskan, menurut Ibnu Rusyd, jika beberapa ayat Alquran yang berbicara tentang penciptaan alam ini diteliti, maka akan ditemukan bukti bahwa alam itu merupakan makhluk yang tercipta dengan sebenarnya setelah tiada (muhdats bil-haqiqah).

Baca Juga

Namun, wujud itu sendiri (bukan bentuknya) dan waktu berkelanjutan terus pada kedua ekstremitas tanpa pernah terputus. Misalnya, pada Alquran Surah Hud ayat 7, "Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan singgasana-Nya berada di atas air,".

Makna lahiriah ayat ini menunjukkan bahwa terdapat wujud sebelum wujud alam ini, yakni singgasana yang berada di atas air. Selain itu, juga ada waktu sebelum waktu di alam ini, yakni waktu yang dikaitkan dengan bentuk wujud singgasana, berupa gerak falak.

Pada Alquran Surah Ibrahim ayat 48, Allah berfirman, "Pada hari ketika bumi diubah menjadi bukan bumi, begitu pula langit,". Secara lahiriah ayat ini menunjukkan adanya wujud ini.

Sedangkan dalam Alquran Surah Fushilat ayat 11, Allah berfirman, "Kemudian Dia mengarah menuju langit dan langit itu adalah asap,". Secara lahiriah menunjukkan bahwa langit itu dibuat dari sesuatu yang lain.

Ibnu Rusyd menilai pendapat para ahli kalam Asy'ariah tentang masalah ini tidak bersesuaian dengan makna lahiriah syariat. Letak kesalahan mereka, terutama Al Ghazali, adalah karena mereka mencoba menakwilkan ayat-ayat tersebut yang sejatinya cukup dipahami pada makna lahiriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement