REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Di masa Rasulullah SAW, sholat di atas pesawat terbang—apalagi di ruang angkasa—belum pernah ada contohnya. Lantas bagaimana panduan sholat di ruang angkasa dalam perspektif fikih Islam dan ijtihad ulama?
Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Lapan dan juga Anggota Tim Falakiyah Kementerian Agama Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa saat ini beberapa astronot Muslim berkesempatan menjadi dan mengorbit bumi di Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Sehingga menurut dia, diperlukan ijtihad berdasarkan dalil fikih yang shahih dengan mempertimbangkan kondisi nyata saat penerbangan atau saat mengorbit bumi.
Sebelum membahas lebih jauh tentang shalat di ruang angkasa, dia menjabarkan terlebih dahulu alasan dan juga acuan syariat untuk shalat di pesawat terbang. “Biasanya ada lima persolan pokok terkait shalat di pesawat terbang,” kata Prof Thomas melalui pesan teks kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Prof Thomas menjelaskan alasan utama sholat di pesawat terbang. Yakni karena waktu sholat telah masuk dan tidak mungkin menunggu saat mendarat. Namun demikian ada pula ulama yang berpendapat, tidak sah sholat di ketinggian. Sehingga sholat di pesawat terbang dinilai sekadar menghormati waktu, lalu meng-qadha (mengganti) setelah mendarat.
“Namun ada kasus yang akan saya tunjukkan, lima waktu shalat berada di pesawat terbang. Tidak ada contoh dalam fikih untuk meng-qadha lima sholat sekaligus. Jadi saya berpendapat, sholat di pesawat terbang adalah sholat yang dilaksanakan pada waktunya, tidak perlu meng-qadha,” ungkap dia.
Cara menentukan waktu sholat
Beberapa pesawat terbang (terutama maskapai Timur Tengah) terkadang mengumumkan masuknya waktu sholat. Namun sebagian besar tidak memberikan informasi jadwal sholat. Maka umat Islam dinilai harus memperkirakan posisi matahari atau ketampakan matahari dan cahayanya dari pesawat.
“Karena kita bisa melakukan shalat jamak (digabung), maka hanya tiga waktu yang perlu diperhatikan: zhuhur, maghrib, dan shubuh,” ujarnya.
Dia menjelaskan, waktu zhuhur ditandai setelah matahari mulai condong ke barat. Beberapa pesawat terbang memberikan informasi posisi matahari dan wilayah siang-malam di peta penerbangannya. Dengan informasi itu umat Islam bisa mengetahui bahwa pesawat sudah memasuki waktu zhuhur.
Adapun waktu Maghrib, kata dia, yakni ketika matahari sudah terbenam atau pesawat mulai memasuki wilayah malam. Sedangkan waktu Shubuh yakni ketika fajar mulai tampak di ufuk timur.
Itu sebabnya jika penerbangan malam pihaknya secara pribadi sering memilih kursi dekat jendela yang menghadap timur.
Cara menentukan arah kiblat
Walaupun di pesawat sering ada peta dan petunjuk arah terbang sehingga bisa memperkirakan arah kiblat, seringkali posisi terbang membelakangi arah kiblat. Dia menjelaskan ada ulama yang berpendapat bahwa tetap harus diupayakan menghadap kiblat, setidaknya pada awalnya.
“Namun, itu kadang sangat menyulitkan. Ada solusinya yang diberikan Allah sebagaimana termaktub dalam Alquran (QS 2:115),”.
Allah berfirman, “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Sehingga dalam kondisi tidak memungkinkan menghadap arah kiblat yang benar, hadapkanlah wajah ke arah yang memungkinkan.
Bagaimana cara sholatnya?
Sebagai orang dalam perjalanan (musafir) umat Islam mendapat keringanan untuk menjamak (menggabungkan) sholat Zhuhur dan Ashar serta sholat Maghrib dan Isya. Umat Islam juga mendapat keringanan untuk meng-qashar (meringkas) sholat yang empat rakaat menjadi dua rakaat.
Sedangkan sholat dalam pesawat ada caranya. Menurut dia, terdapat ulama yang berpendendapat bahwa harus diupayakan sholat sambil berdiri. “Namun itu pun menyulitkan kalau harus dilakukan banyak orang. Tidak ada tempat yang memadai untuk menampung semua penumpang Muslim. Jadi, saya berpendapat, dalam kondisi seperti itu, sholatlah di kursi masing-masing. Caranya, sambil duduk bertakbiratul ihram. Lalu membaca Alfatihah dan surat pendek. Dilanjutkan rukuk dengan sedikit membungkuk sambil baca bacaan rukuk,” ujarnya.
Adapun i’tidal, dia melanjutkan, dilakukan dengan kembali duduk tegak. Lalu sujud dengan membungukuk lebih rendah lagi atau sampai menyentuh kursi yang ada di depan. Demikian sampai selesai dengan salam sambil menengok ke kanan dan ke kiri.
Dengan contoh sholat dalam penerbangan pesawatesawat itu, lalu bagaimana para astronot Muslim melaksanakan shalatnya di ruang angkasa? Prof Thomas menjelaskan, yang pertama yang harus diperhatikan adalah shalat di wahana antariksa astronot tidak bisa lagi merujuk arah kiblat ke Makkah.
“Jadi, dalil QS 2:115 yang digunakan, ‘Shalatlah menghadap ke mana saja,’. Lalu bagaimana waktunya? Wahana antariksa mengorbit bumi sekitar 14 kali sehari. Artinya, setiap 90 menit mengalami malam dan siang bergantian. Waktu shalatnya adalah mengunakan jam. Rujukannya adalah jadwal shalat di lokasi peluncuran,” kata Prof Thomas.
Cara sholat di luar angkasa
Prof Thomas menjelaskan, dalam kondisi gravitasi mikro, astronot tampak melayang-layang di dalam wahana antariksa jika kaki tidak mengait pada pijakan. Gerakan sedikit saja bisa memindahkan posisi astronot. Sehingga, gerakan sholat dilakukan sesuai kemampuan yang bisa dilakukan.