Jumat 28 Apr 2023 13:50 WIB

5 Faedah Puasa Syawal, Ganjaran Puasa Setahun

Puasa Syawal merupakan sunnah Rasulullah

Rep: Rossi Handayani/ Red: Erdy Nasrul
Serba-serbi Puasa Syawal
Foto:

Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul Fitri), dianjurkan untuk banyak berzikir dengan mengagungkan Allah melalu bacaan takbir ”Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengangungkan pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185). 

Begitu pula para salaf sering kali melakukan puasa pada siang hari setelah pada waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat Tahajud. Inilah bentuk syukur mereka.

Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun, setelah mendapatkan satu nikmat kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. 

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menjelaskan, “Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan terus ada sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. 

Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna)” (Lathaif Al-Ma’arif). Puasa Syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja.

5. Puasa Syawal Menunjukkan Ibadah yang berkelanjutan

Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik napas kehidupan.

Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari Ied, itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.

Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها

“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun” (Lathaif Al-Ma’arif). Jadi, ibadah bukanlah hanya di bulan Ramadhan, Rajab, atau Sya'ban.

Asy-Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab, ataukah Sya'ban?” Beliau pun menjawab, “Jadilah rabbaniyyin dan janganlah menjadi syakbaniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya Sya'ban. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, “Jadilah rabbaniyyin dan janganlah menjadi Ramadhaniyyin.” Lathaif Al-Ma’arif.

Maksudnya, beribadahlah secara berkelanjutan sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.

‘Alqamah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah SAW, “Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لا. كان عمله ديمة

“Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu,” (HR. Bukhari, no. 1987 dan Muslim, no. 783). Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al-Hasan membaca firman Allah, “Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al-yaqin (yakni ajal).” (QS. al-Hijr: 99) (Lathaif Al-Ma’arif). 

 

Ibnu ’Abbas, Mujahid, dan mayoritas ulama mengatakan bahwa ”al-yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az-Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah setiap saat, sepanjang hidup. (Zaad Al-Masiir)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement