REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lisan dapat mengantarkan seseorang mudah meraih surga Allah SWT, namun juga mudah mengantarkan seseorang masuk ke dalam neraka.
Lisan bisa menjadi alat bagi seorang hamba meraih pahala dan mengantarnya meraih surga Allah SWT. Itu jika hamba tersebut mampu menggunakan lisannya untuk mengucapkan perkataan yang baik dan bermanfaat.
Tapi di sisi lain, lisan juga bisa menjadi sebab seorang hamba terjerumus ke neraka bila sering mengeluarkan perkataan yang buruk. Karena itu Rasulullah mewanti-wanti umatnya untuk menjaga lisan agar tidak mengeluarkan ucapan-ucapan yang buruk.
Dalam kitab Wasiyatul Mustofa yang disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani, Rasulullah SAW menasehati sahabat Ali bin Abi Thalib agar jangan sampai tergelincir pada keburukan karena sebab lisan.
يَا عَلِيُّ، لَا تُعَيِّرْ أَحَدًا بِمَا فِيْهِ فَمَا مِنْ لَحْمٍ إِلَّا وَفِيْهِ عَظْمٌ وَلَا كَفَّارَةَ لِلْغِيْبَةِ حَتَّى يَسْتَحِلَّهُ أَوْ يَسْتَغْفِرَ لَهُ
Wahai Ali, jangan lah engkau mencela seseorang karena sesuatu di dalam dirinya (semisal kecacatan, atau pun kekurangan lainnya) karena tidak ada daging melainkan ada tulangnya. Dan tidak ada cara menebus dosa menggunjing sampai ia meminta maaf kepada orang yang digunjingkannya atau memintakan ampunan (membacakan istigfar) ia bagi orang yang digunjingnya.
Maksudnya seorang hamba tidak boleh mencela orang lain karena keterbatasan atau kekurangan yang dimilikinya apa pun itu. Sebab setiap manusia pasti terdapat kekurangannya masing-masing. Seperti halnya daging, meski pun daging empuk namun dibalik itu terdapat tulang yang keras dan beragam bentuknya. Sebab itu ketika seseorang telah mencela orang lain karena keterbatasannya, maka hendaknya segera meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
يَا عَلِيُّ، مَا خَلَقَ اللهُ فِي الْإِنْسَانِ أَفْضَلَ مِنَ اللِّسَانِ، بِهِ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَيَدْخُلُ النَّارَ فَاسْجُنْهُ فَإِنَّهُ كَلْبٌ
Wahai Ali, Allah tidak menciptakan di dalam diri manusia itu yang lebih utama daripada lisan. Dengan lisan seseorang baka masuk ke surga, dan karena lisan juga seseorang bisa masuk ke neraka. Maka ikatlah lisan, karena lisan itu ibarat anjing galak.
Maksud mengikat lisan adalah mengikatnya agar lisan tidak asal bicara, tidak mengeluarkan perkataan kotor, buruk. Agar lisan tidak mencaci, memfitnah, atau pun berbohong yang kesemuanya itu dapat menimbulkan kemudharatan bagi dirinya dan orang lain.
يَا عَلِيُّ، لَا تَلْعَنْ مُسْلِمًا وَلَا دَابَّةً فَتَرْجِعَ اللَّعْنَةُ عَلَيْكَ
Wahai Ali, janganlah engkau melaknat seorang muslim, dan juga hewan, karena itu akan kembali pada dirimu sendiri.
Ini menjadi pengingat bagi kita agar jangan sampai melaknat sesama Muslim baik menggunakan lisan secara langsung maupun melalui tulisan di media sosial atau lainnya.
Kendati pun terdapat perbedaan pandangan, atau ada kekeliruan yang dilakukan seorang Muslim akan lebih baik untuk mendoakannya agar mendapatkan hidayah, kemudian menasihatinya. Perbuatan demikian lebih baik dibanding dengan melaknat sesama Muslim yang hanya menunjukan dangkalnya ilmu dan akhlak.