REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Muncul tuduhan dari sebagian kalangan bahwa Ali bin Abi Thalilb tidak pernah mengakui kepemiminan Abu Bakar alaihissalm?"
Tahun ke-11 Hijriyah, umat Islam merasakan kesedihan yang teramat dalam. Sebab, Nabi Muhammad SAW telah wafat, tepatnya pada Senin, 12 Rabiul Awwal (ber tepatan dengan 9 Juni 632). Sebelumnya, kondisi fisik Baginda shalallahu 'alaihi wasallam memang terus menurun.
Beberapa hari menjelang wafat, beliau memang sempat menunjukkan tanda-tanda pulih. Oleh karena itu, seluruh warga Madinah dan akhirnya Jazirah Arabia terkejut bukan kepalang begitu mendengar Rasulullah SAW telah tiada.
Kaum Muslimin jelas berduka, tetapi tak lantas berlarut-larut terbawa perasaan. Sebab, ada urusan yang tak kalah penting sepeninggalan Nabi SAW, yakni kepemimpinan umat. Sejarah mencatat, peralihan tonggak pemimpin berjalan dengan dinamika. Sebab, Rasul SAW tidak pernah mengatakan secara definitif siapa penerusnya kelak setelah beliau meninggal dunia.
Setelah hari wafat beliau, sejumlah orang Muslim di Madinah berkumpul di Saqifah (Balai) Bani Saidah. Mereka terdiri atas para pemuka golongan Anshar, khususnya dari Bani Aus dan Khazraj.
Muncul kesepakatan awal. Mereka hendak mengangkat Sa'd bin Ubadah sebagai pengganti Rasul SAW dalam memimpin umat. Nabi Muhammad SAW jelas meru pakan utusan Allah SWT yang terakhir (khatam al-anbiya). Oleh karena itu, rapat ini semata-mata memaklumkan penerus kepemimpinan, bukan kenabian."
Sa'd ada lah tokoh penting yang berasal dari Bani Khaz raj. Betapa pun demikian, tak semua ang go ta Suku Aus menyetujui permakluman ini. Kabar adanya rapat di Saqifah tersebut membuat penduduk Madinah dari ka langan Muhajirin (pendatang) cukup terkejut.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Apalagi, mereka umumnya masih fokus pada pemakaman jasad mulia Rasulullah SAW. Di tengah situasi demikian, tiga orang terkemuka dari golongan ini lantas bergerak menuju balai pertemuan itu. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Sampai di sini, hampir-hampir terjadi perpecahan. Baik pihak Anshar maupun Mu hajirin sama-sama merasa berhak menjadi penerus kepemimpinan. Keadaan mulai mereda ketika Abu Bakar berinisiatif menyampaikan pidato. Ketokohan sahabat berjulukan ash-Shiddiq itu memang tak diragukan.
Dialah orang yang mendampingi Nabi SAW di dalam gua saat dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah di tengah pengejaran oleh kaum musyrikin pula. Hadirin di Saqifah pun menyimak dengan penuh perhatian.