REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital sekarang ini, belanja online seakan sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Namun, ketika terkendala ekonomi, terkadang masyarakat tergoda untuk memilih sistem paylater.
Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah pakai paylater saat belanja online termasuk riba?
Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Ustadz Oni Sahroni menjelaskan, setiap muslim tentunya berharap seluruh aktivitasnya selalu diridhai oleh Allah SWT. Karena itu, saat berbelanja pun harus dengan syariah.
Dalam berbelanja online, menurut dia, ada adab-adabnya. Misalnya, harus dipastikan dulu barang yang akan dibeli, tokonya di mana, dan pakai alat bayar apa.
"Tiga itu seharusnya yang menjadi konsen kita, tidak asal bayar dan milih platform, tetapi toko tempat kita beli juga harus halal, yang kita beli juga harus halal, termasuk alat bayarnya, itu poin kedua," ujar Ustaz Oni dalam Kajian Fikih Muamalah yang digelar Republika di Masjid Istiqlal Jakarta, Jumat (7/4/2023).
Kemudian poin ketiga, terkait paylater. Secara sederhana, paylater adalah metode pembayaran dengan menggunakan dana talangan dari perusahaan aplikasi terkait, kemudian pengguna membayar tagihannya ke perusahaan aplikasi. Fitur paylater memberikan konsumen kesempatan memanfaatkan jasa dan layanan, sementara mereka membayar di akhir sesuai batas waktu yang diberikan.
"Paylater itu sederhananya adalah kita belanja tanpa ada uang tunai, pinjam pada pihak ketiga. Nah, belanja melalui paylater itu berarti harus dipastikan dulu apakah yang nalangin pihak ketiga atau penjual," ucap Ustadz Oni.
Menurut Ustadz Oni, jika menggunakan dana talangan dari pihak ketiga dan kemudian ada tambahannya, berarti itu termasuk riba. "Kalau memang yang nalangin itu pihak ketiga, berarti selisih harga beli harga jual, itu dengan tambahan, itu berarti riba," kata Ustadz Oni.
Misalnya, saat ingin beli ponsel melalui e-commerce dan tidak punya uang, akhirnya mengklik paylater dan seakan-akan membali tunai. Tapi, menurut dia, saat mencicil tagihannya ternyata melibihi harga ponselnya.
"Katakanlah saya beli Rp 5 juta, tapi karena pakai paylater jadi enam juta. Kalau fasilitas pinjaman itu dari pihak ketiga, maka yang satu juta itu riba," katanya.
Karena itu, dia pun menyarankan agar umat Islam menggunakan cara lainnya saat berbelanja online. Karena, menurut dia, masih banyak cara halalnya. Di antaranya, bisa menggunakan Paylater yang diterbitkan Bank Syariah Indonesia (BSI).
"Andaikan yang dipilih seperti Khazanah Card produk Bank Syariah Indonesia. Jadi kita beli harga Rp 5 juta ke aplikasi belanja online, kita melibatkan pihak ketiga pakai paylater BSI. Maka, yang terjadi adalah BSI hadir dengan memberikan garansi kepada pemilik lapak," kata Ustadz Oni.
Dia menambahkan, BSI akan memberikan jaminan kepada pemilik lapak bahwa tahun ini pembelinya itu akan bayar. Dalam ilmu fikih, menurut dia, garansi ini disebut dengan kafalah.
"Dia boleh dikompensasi dengan fee, sehingga andaikan ada selisih harga satu juta itu bukan riba, tetapi itu adalah fee atas penjaminan yang diberikan oleh Bank Syariah Indonesia," katanya.
Sebagai informasi, Kajian Fikih Muamalah ini merupakan rangkaian kegiatan Republika Ramadhan Festival yang digelar di Masjid Istiqlal pada 7-15 April 2023. Kajian ini menghadirkan pembicara Ustadz Oni Sahroni dan dipandu oleh wartawan Republika Ani Nursalikah.