Kamis 06 Apr 2023 17:42 WIB

Mengapa Manusia Bisa Bermuka Dua?

Manusia bermuka dua paling pintar menampilkan keindahan di hadapan seseorang.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
 Mengapa Manusia Bisa Bermuka Dua?. Foto:  Munafik/ilustrasi
Foto: top-10-list.org
Mengapa Manusia Bisa Bermuka Dua?. Foto: Munafik/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Goncangan hidup dapat berdanpak pada ragamnya perilaku manusia. Salah satunya manusia bermuka dua.

Imam Masjid New York, Imam Shamsi Ali mengatakan sifat bermuka dua lebih dikenal dengan “double standard personality” juga dikenal dengan “split personality” ini sangat berbahaya.

Baca Juga

"Karena anda akan menemukan di hadapan anda seseorang yang berubah di belakang anda. Karakter orang yang seperti ini juga dikenal dalam bahasa agama disebut dzul wajhaen,"ujar dia.

Sebuah karakter yang dilabel sebagai “asyarrin naas” (seburuk-buruk) manusia (hadits).

Manusia berwajah dua paling pintar menampilkan keindahan di hadapan seseorang. Namun di belakangnya dia akan menusuk tanpa belas kasih dan rasa. Tersenyum manis tapi beri’tikad bengis.

Dalam dunia informasi, khususnya dunia maya dan media sosial, hal seperti ini dapat ditangkap dengan mudah. Seseorang seringkali tampil seolah zuhud, wars’, bahkan nampak suci dengan postingan-postingan pesan seolah dunia tidak penting.

Postingan-postingannya seolah menafikan urgensi dunia. Bahkan seringkali dengan meme tangisan seolah menampilkan hati yang lembut.

Akan tetapi kenyataannya dibalik dari postingan-postingan itu, Allah Maha Tahu, seseorang itu memiliki kepentingan duniawi yang diselimuti oleh propaganda-propaganda ukhrawi.

Di sinilah puasa hadir dengan keberkahannya. Puasa yang benar akan meluruskan seseorang, baik pada karakter batin maupun karakter lahirnya. Puasa yang merupakan ibadah yang paling personal sifatnya pertama kali mengajarkan kejujuran pada diri sendiri. Bahwa apa yang dinampakkan secara lahir harusnya selaras dengan kata batin.

Kejujuran pada diri itu terbangun di atas kejujuran pada Pencipta. Karena memang “iman” yang memang menjadi asas perintah puasa (wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu berpuasa). Dengan kejujuran batin ini akan terlahir karakter lahir yang juga jujur.

Kadang memang kejujuran itu pahit. Tapi itu lebih mulia dari karakter paradoksikal pada diri seseorang.

Semoga puasa menjaga kita dari sifat diuble standard dan wajah ganda ini. Dunia telah muak dengan kepura-puraan dan kemunafikan. Bahkan kepura-puraan dalam ekspresi relijiositas sekalipun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement