Jumat 31 Mar 2023 17:22 WIB

Soal Kasus Teddy Minahasa, Komisi Hukum MUI: Kejahatan Luar Biasa

MUI nilai tuntutan jaksa ke Teddy Minahasa sudah tepat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Soal Kasus Teddy Minahasa, Komisi Hukum MUI: Kejahatan Luar Biasa. Foto:   Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih (kanan) memimpin jalannya sidang tuntutan Mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati terkait kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan seberat lima kilogram.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Soal Kasus Teddy Minahasa, Komisi Hukum MUI: Kejahatan Luar Biasa. Foto: Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih (kanan) memimpin jalannya sidang tuntutan Mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy Minahasa dengan hukuman mati terkait kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan seberat lima kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Irjen Teddy Minahasa pidana mati, karena terlibat dalam proses transaksi, penjualan, hingga menikmati hasil penjualan narkotika jenis sabu-sabu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Deding Ishak, mengatakan bahwa pengedar narkoba termasuk kejahatan luar biasa. Indonesia sepakat dalam penegakan hukum ada yang namanya kejahatan luar biasa atau extraordinary crime, misalnya terorisme, genosida, korupsi dan narkoba.

Baca Juga

"Narkoba sangat luar biasa daya rusaknya bahkan narkoba bisa meluluhlantakkan generasi kita dan masa depan bangsa," kata Prof Deding kepada Republika, Jumat (31/3/2023)

Ketua Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Pengurus Besar Al Washliyah ini juga mengatakan, Indonesia adalah negara yang menjadi sasaran para pengedar narkoba. Sebab sekarang perang menggunakan berbagai cara yang canggih, termasuk menggunakan narkoba.

 

Prof Deding mengingatkan, sebagaimana diketahui, dulu terjadi perang candu atau perang opium di Tiongkok. Narkoba telah melemahkan dan merusak masyarakat Tiongkok waktu itu. Mungkin sekarang pihak lain dari luar Indonesia berusaha agar masyarakat Indonesia menjadi pemakai narkoba.

"Jadi tentu itu tuntutan Jaksa (menuntut pidana mati) sudah diperhitungkan karena Jaksa pengacara negara jadi dia mewakili negara, sebab teror narkoba sangat berbahaya bagi masa depan anak-anak bangsa," ujar Ketua Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Pengurus Besar Al Washliyah ini.

Prof Deding mengatakan, presiden sudah tegas menyatakan komitmennya terhadap pemberantasan narkoba. Oleh karenanya sudah tepat apa yang disampaikan Jaksa terkait pidana mati, maka hakim tinggal mempertimbangkannya.

Prof Deding juga mengungkapkan keprihatinannya, sebetulnya Teddy Minahasa ini polisi yang diserahi tugas untuk memberantas narkoba. Tapi ia justru menjadi aktor intelektual penjualan narkoba. Jadi pertimbangan Jaksa sudah benar dan tepat karena yang bersangkutan ini adalah aktor intelektual.

"Dia (Teddy Minahasa) juga sudah menghianati komitmen presiden dan kita semua sebagai bangsa untuk melawan narkoba dengan berbagai upaya yang tidak mudah, dia (Teddy Minahasa) juga merusak citra polri yang sama-sama kita benahi," jelas Prof Deding.

Prof Deding menegaskan, masyarakat biasa saja ditindak dengan tegas, apalagi ini pelakunya aparat. Maka sudah semestinya hakim melipatgandakan hukumannya. Hukum harus ditegakkan dengan tegas jangan sampai ada kesan hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.

"Kita yakin Teddy Minahasa tidak sendiri, mungkin banyak yang terlibat, bagaimana kita bisa memberantas narkoba kalau polisinya bermain di situ," kata Prof Deding.

Prof Deding melihat tuntutan Jaksa ini sudah tepat. Maka hakim jangan kendor, karena hukum harus tegas supaya ada efek jera. Supaya citra polisi bagus maka hukum harus ditegakkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement