REPUBLIKA.CO.ID, The Great Irish Famine 1845-1852, wabah kelaparan hebat, menjadi pelajaran berharga tidak hanya bagi orang Irlandia, melainkan juga umat manusia umumnya.
Drogheda, kota di pesisir timur Irlandia, termasuk yang merasakan dampak dari wabah kelaparan hebat sekitar pertengahan abad ke- 19.
Pada Mei 1847, penduduk setempat menyaksikan dari kejauhan kapal-kapal berbendera yang cukup asing bagi mereka: bintang bulan sabit. Begitu kapal-kapal itu berlabuh, mereka akhirnya menyadari, itulah bala bantuan yang datang dari negeri yang secara bahasa, kebangsaan, dan iman amat berbeda dari mereka. Negara itu adalah Kekhilafahan Turki Utsmaniyah.
Coogan menjelaskan, Kerajaan Utsmaniyah kala itu dipimpin Sultan Abdul Majid I. Mes kipun baru berusia 24 tahun, sang sultan me rupakan pemimpin yang dihormati dan disegani, tidak hanya di dalam melainkan juga luar negeri. Hubungan antara Turki dan Britania Raya pun terjalin baik.
Pada awal 1847, berita tentang wabah kelaparan yang menerjang Irlandia akhirnya sampai di Konstantinopel (Istanbul).
Sultan Abdul Majid I sangat prihatin terhadap nasib malang yang menimpa rakyat Irlandia. Baginya, kelaparan adalah bencana kemanu siaan, tidak pandang suku bangsa ataupun agama. Jangankan ke sesama manusia! Ia menyakini, Islam bahkan melarang kaum Muslimin untuk membiarkan makhluk yang bernyawa tak berdaya dalam kelaparan.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda tentang seorang perempuan yang akhirnya masuk neraka karena pernah mengurung seekor kucing hingga hewan itu mati kelaparan.
Coogan menceritakan, Sultan Abdul Majid I lantas mengalokasikan dana sebesar 10 ribu poundsterling untuk membantu para korban kelaparan di Irlandia.
Rencana itu kemudian didengar pihak kedutaan besar Inggris untuk Turki di Istanbul. Segera saja, sang duta besar Inggris meminta Sultan untuk mengurangi jumlah bantuannya.
Sebab, Ratu Victoria diketahui hanya memberikan bantuan sebesar 2.000 poundster ling. Diplomat Inggris itu khawatir, sang ratu akan merasa tersinggung bila jumlah donasinya jauh lebih sedikit ketimbang raja Turki. Apalagi, Irlandia waktu itu merupakan bagian dari kekuasaan Britania Raya.
Sebagai bentuk diplomasi, Sultan Abdul Majid I lantas menyetujui besaran bantuannya dikurangi agar tidak dianggap menyinggung ratu Britania Raya. Akan tetapi, secara diamdiam pemimpin Muslim itu mengirimkan tiga atau lima armada laut ke Irlandia.
Kapal-kapal besar itu berisi berbagai kebutuhan pokok, seperti gandum, jagung, madu, pakaian, dan lain-lain. Semuanya ditujukan untuk meringan kan beban masyarakat Irlandia.
Angkutan berbendera Turki Utsmaniyah itu sempat dihadang angkatan laut Britania Raya begitu hendak mendekati Irlandia. Nakhoda diminta berputar arah, tetapi perutusan Turki di London berhasil meyakinkan pihak militer untuk membatalkan pengadangan. Akhirnya, kapal-kapal kesultanan itu berhasil tiba di Pelabuhan Drogheda pada Mei 1847.
Baca juga : Relawan: Masyarakat Palestina tak Khusyuk Jalani Ibadah Ramadhan
Masyarakat Irlandia menyambut suka cita bantuan dari Kekhalifahan Turki. Orang-orang itu sangat terharu, ada suatu bangsa yang tinggal nun jauh di sana ternyata menaruh kepedulian tehadap nasib mereka.
Hingga saat ini, inisiasi Sultan Abdul Majid I terus dikenang tokoh dan penduduk lokal. Sejumlah pembesar dan bangsawan Irlandia mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada sang sultan atas donasinya untuk penduduk yang dilanda kelaparan. Surat itu saat ini tersimpan di Museum Arsip Turki.
Publik Irlandia juga tak akan melupakan bu di baik Utsmaniyah. Sebagai contoh, hotel tem pat para pelaut Turki menginap di Drogheda dipasangi plakat sebagai kenang-kenangan akan peristiwa tersebut. Kantor Kedutaan Besar Turki di Dublin juga menampilkan cendera mata dengan pemaknaan yang sama. Memori pun diabadikan melalui klub sepakbola.
Adalah Drogheda United Football Club (FC) yang memakai lambang bintang bulan sabit pada logonya. Klub yang berdiri sejak 1919 itu menampilkan emblem Turki Utsmaniyah itu sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas kebaikan Sultan Abdul Majid I yang telah membantu rakyat Irlandia di tengah wabah kelaparan pada 1847.
Memasuki abad ke-20, tragedi kelaparan itu pun sudah menjadi masa lalu. Bagaimanapun, dampaknya terus dan mungkin akan selalu membayangi Irlandia, baik negeri dan rakyatnya.
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Laju populasi penduduk setempat terus menurun beberapa dekade sesudah 1852. Tidak hanya kematian akibat wabah yang mencapai satu juta jiwa, emigrasi juga ikut memengaruhi penurunan laju tersebut.
Hal itu diiringi pula minimnya angka kelahiran. Ketika Irlandia akhirnya meraih kemerdekaan pada 1921, jumlah penduduknya hampir tak sampai separuh dari total populasi setempat pada awal 1840-an.
Benarlah argumentasi ekonom Amartya Sen, seringkali kebijakan yang salah justru memperparah krisis pangan sehingga menimbulkan wabah kelaparan yang berkepanjangan.
Selain itu, dunia juga perlu belajar dari kedermawanan Turki Utsmaniyah. Tidak pandang bangsa dan agama, kekhilafahan yang dipimpin Sultan Abdul Majid I itu dengan ikhlas memberikan bantuan kepada rakyat Irlandia yang dilanda nestapa.
Baca juga : Doa yang Biasa Dibaca Setelah Sholat Dhuha