REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG—Tak jauh dari pusat Kota Bandung, berdiri sebuah masjid yang dipercaya merupakan bukti peninggalan sejarah penyebaran Islam di Jawa Barat. Masjid yang diketahui telah berusia hampir satu abad ini berlokasi di Jalan Ciwastra, Kecamatan Buah Batu dan menjadi saksi perjuangan 200 pejuang Jawa Barat dalam mensyiarkan Islam di tanah Sunda.
Masjid Pesantren Cijawura juga merupakan salah satu masjid tertua di Kota Bandung. Pimpinan Pondok Pesantren Cijawura, H.M Asep Usman Rosadi menceritakan, awalnya, bangunan yang didirikan pada 1925 ini awalnya hanya berupa mushala, namun terus dikembangkan agar menjadi wadah pembinaan agama bagi warga sekitar.
“Lalu dibuatlah menjadi masjid sebagai upaya untuk membina masyarakat dalam bidang agama di Cijawura. Masjid ini pun didirikan oleh Abah H. Abdul Syukur," jelas Asep dalam keterangan yang diterima Republika, Selasa (28/3/2023).
Menurut Asep, dijadikannya nama daerah sebagai nama masjid dan pesantren bertujuan agar orang bisa merasa lebih dekat, mudah diingat, dan mudah dikenal. pondok pesantren ini juga pernah difungsikan sebagai basis atau posko pertahanan para pejuang dalam rangka mempertahankan Republik Indonesia pada tahun 1945.
"Tahun 1946 ketika sholat Jumat, terjadi penyerangan oleh tentara Belanda dari segala penjuru. Akibat kejadian itu, sekitar 200 syuhada gugur," ucapnya.
Awalnya para pahlawan yang gugur ini dimakamkan di halaman masjid, tapi, pada tahun 1993 Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memindahkan makamnya ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra, paparnya. Lalu, pada tahun 1957 struktur bangunan masjid yang rusak akibat perang mulai diperbaiki, dan ditambah dengan pembangunan menara.
“Para syuhada ini sebenarnya dimakamkan di halaman masjid. Namun, sebagai bentuk menghargai jasa para syuhada, akhirnya Pemkot Bandung saat itu memindahkan makam ke TMP. Bentuknya memang bukan makam utuh karena saat awal gugur pun para pahlawan ini ditembaki di satu lubang," tuturnya.
Sementara itu, Takmir Masjid Pesantren Cijawura, Ridwan menambahkan, saat 1946 Belanda belum menerima kemerdekaan Indonesia. Ini mendorong para tokoh pimpinan Pesantren Cijawura mengungsi ke Ciparay.
"Karena di sini kosong, jadinya tempat ini dijadikan posko perjuangan," ungkap Ridwan.
Ia menambahkan, awalnya masjid ini hanya berukuran 20x10 meter. Meski kini telah diperluas, bangunan lama masjid bersejarah ini tetap dipertahankan. Saat ditanya terkait arsitektur dan desain masjid, Ridwan mengatakan, memang Masjid Pesantren Cijawura ini masih terlihat dangat konservatif dan cenderung kuno, terlihat dari kubangan air yang berasa di sisi depan dan belakang pintu masjid.
“Kita memang sengaja pertahankan itu, karena dari luar kita tidak tahu apakah bawa najis atau tidak. Najis dibersihkannya lewat kubangan air yang ada di di depan masjid," terangnya.