REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap umat yang mendapatkan kegembiraan, atau terlepas dari hal yang buruk maka dia patut bersyukur kepada Rabb Semesta Alam. Hal ini dapat dilakukan dengan sujud syukur dan memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dikutip dari Kitab Al Adzkaar an-Nawawiyah, disunnahkan untuk memuji dan menyanjung Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mendapat berita menggembirakan.
Orang yang memperoleh suatu nikmat yang jelas atau luput dari malapetaka yang jelas mengancamnya, disunnahkan melakukan sujud syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kemudian memuji dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya. Hadis dan atsar yang menerangkan tentang masalah ini cukup banyak lagi terkenal.
Kami meriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari melalui Amr Ibnu Maimun tentang kisah gugurnya khalifah Umar Ibnul Khaththab dalam hadits tentang musyawarah yang panjang sekali. Disebutkan bahwa khalifah Umar Radhiyallahu Anhu menyuruh anaknya Abdullah datang kepada Aisyah radhiyallahu anha untuk meminta izin agar jenazahnya dikebumikan bersama kedua sahabatnya, Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
Ketika Abdullah kembali, Umar bertanya "Berita apa yang engkau bawa?" Abdullah menjawab, "Yang engkau sukai, hai Amirul Muminin. Dia telah memberi izin." Khalifah Umar Radhiyallahu Anhu berkata, "Segala puji bagi Allah, tiada sesuatu pun yang lebih penting bagiku daripada hal ini.”
Contoh lain kabar gembira adalah ketika Nabi Muhammad beserta umat Islam berhasil membebaskan Kota Makkah. ketika mendengar kabar itu, banyak orang bertasbih dan berdzikir mengagungkan asma Allah. Mereka juga beristighfar memohon ampunan agar jangan sampai kenikmatan tersebut membuat mereka menjadi sombong.