REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Puasa Ramadhan juga diwajibkan kepada Muslimah. Namun kewajiban ini tidak lagi diwajibkan dan diharuskan mengqadha lain waktu.
Namun, kemajuan ilmu medis memungkin Muslimah meminum obat penunda haid. Bolehkah digunakan agar Muslimah bisa penuh puasa Ramadhan?
Syekh Yusuf al-Qaradlawi dalam karyanya Fatawa Mu'ashirah (Fatwa-fatwa Kontemporer) menjelaskan, memang perempuan pada dasarnya telah didesain memiliki siklus unik berupa menstruasi.
Syekh Yusuf al-Qaradlawi lebih mengutamakan siklus haid ini dibiarkan alami seperti apa adanya dan perempuan tinggal mengqadha utang puasa Ramadhan di lain hari.
Namun, menurut Yusuf al-Qaradlawi, bila perempuan lebih memilih untuk menggunakan pil penunda haid dan ingin berpuasa secara penuh selama Ramadhan, itu tidak mengapa, boleh-boleh saja asal penggunaan pil tersebut di bawah pengawasan dokter dan ahli terkait. Jangan sampai penggunaan pil penunda haid merusak kesehatannya. (Yusuf al-Qaradlawi, Fatawa Mu'ashirah, hlm 550-551)
Sejalan dengan pendapat Yusuf al-Qaradlawi, Majelis Ulama Indonesia dalam hasil sidang fatwa 12 Januari 1979 tentang pil anti haid menyatakan, penggunaan pil penunda haid hukumnya makruh, akan tetapi khusus untuk perempuan yang merasa akan kesulitan mengqadha puasa di lain hari, hukumnya mubah. Selengkapnya tentang fatwa MUI di atas sebagai berikut:
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 12 Januari 1979 telah mengambil keputusan:
1. Penggunaan pil anti haid untuk kesempatan ibadah haji hukumnya mubah
2. Penggunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan sebulan penuh, hukumnya makruh. Akan tetapi, bagi wanita yang sukar menqadha puasanya pada hari lain, hukumnya mubah
3. Penggunaan pil anti haid selain dari dua hal tersebut di atas, hukumnya tergantung pada niatnya. Bila untuk perbuatan yang menjurus kepada pelanggaran hukum agama, hukumnya haram.
Sumber: MUI