REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Uang digital makin marak dan mudah ditemui pada zaman sekarang. Bagaimana hukum yang diatur Islam dalam berbelanja menggunakan uang digital? Apakah hukum uang digital berbeda dengan uang tunai?
Ustaz Oni Sahroni dalam buku Fikih Muamalah Kontemporer Jilid 3 menjelaskan, e-money (uang elektronik) adalah alat pembayaran yang memenuhi sejumlah unsur. Yakni diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit, jumlah nominal uang yang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip, jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit, dan digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang.
Jika merujuk pada fatwa DSN MUI Nomor 116 Tahun 2017 tentang uang elektronik syariah, maka uang elektronik/dompet digital itu harus memenuhi rambu-rambu syariah. Antara lain:
Pertama, ditempatkan di bank syariah. Maksudnya, uang yang tersimpan dalam dompet digital atau rekening customer ditempatkan di bank syariah agar menguatkan lembaga keuangan syariah.
Kedua, dompet digital ini digunakan sebagai alat pembayaran untuk membeli barang yang halal. Seperti baju lebaran, alat-alat pendidikan, alat-alat olahraga, asuransi, atau asuransi kesehatan syariah. Sebaliknya, tidak digunakan untuk membeli barang yang tidak halal, merugikan akhlak, dan merusak pendidikan.
Ketiga, jika uang elektronik menggunakan chip based, dalam hal kartu e-money hilang, maka jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang. Penyelenggara uang elektronik dan bank menjamin ketersediaan dana customer walaupun kartunya hilang karena itu milik mereka. Tetapi, rambu-rambu ini tidak berlaku jika uang elektronik tersebut terbentuk server based.
Keempat, ketentuan hak dan kewajiban para pihak dituangkan dalam ketentuan platform dan disetujui customer. Termasuk diskon yang diberikan penerbit uang elektronik kepada customer. Kelima, terhindar dari transaksi yang tidak halal, seperti manipulasi dan rekayasa.