Senin 20 Mar 2023 19:56 WIB

Belum Sampai Berhubungan Intim Lalu Meninggal, Mas Kawin Milik Siapa?

Ulama sepakat melunasi mas kawin menjadi wajib dengan terjadinya berhuhungan intim.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Mas kawin (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Mas kawin (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Para ulama saling bersepakat bahwa melunasi mas kawin secara penuh menjadi wajib dengan terjadinya dukhul (penetrasi) ataupun kematian. Tentang kewajiban melunasi mas kawin secara penuh karena alasan dukhul berdasarkan dalil di dalam Alquran.

Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 20, “Wa in aradtumustibdaala zauji makaana zaujin wa aataitum ihdahunna qinthaaran falaa ta’khudzuu minhu syai’an ata’khudzunahu buhtaanan wa itsman mubinan,”. Yang artinya, “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikit pun,”.

Baca Juga

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, apapun tentang kewajiban melunasi mas kawin secara penuh karena alasan kematian, Ibnu Rusyd berpendapat tidak mengetahui dalil tekstualnya. Namun ketentuan tersebut sudah menjadi kesepakatan ulama.

Selanjutnya, para ulama saling berselisih pendapat apakah dukhul itu menjadi syarat kewajiban melunasi mas kawin atau tidak. Atau bahkan kewajiban ini terkait dengan dukhul dan juga dengan berduaan, atau yang lazim mereka sebut dengan istilah penurunan tabir.

 

Menurut Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Dawud, untuk penurunan tabir hanya diwajibkan separuh harga mas kawin selama tidak terjadi hubungan seksual. Sementara menurut Imam Hanifah, wajib memberi mas kawin hanya karena berduaan saja, kecuali jika orang yang bersangkutan sedang berihram, sakit, puasa Ramadhan, atau si wanita sedang haid.

Menurut Ibnu Abu Laila, untuk dukhul harus diberikan mas kawin secara penuh tanpa syarat apapun. Silang pendapat para ulama dalam masalah ini karena ada pertentangan antara keputusan sahabat dengan pengertian lahiriah ayat Alquran. Sesungguhnya Allah melarang mengambil kembali sedikit pun mas kawin yang telah dibayarkan kepada istrinya yang telah digauli.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 21, “Wa kaifa ta’khudzunahu wa qad afdhaa ba;dhukum ila ba’dhin,”. Yang artinya, “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri,”.

Dan Allah juga telah menetapkan bahwa bagi seorang istri yang diceraikan sebelum digauli berhak memperoleh separuh mas kawin. Hal ini juga berdasarkan firman Allah dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 237.

Allah berfirman, “Wa in thalaqtumuhunna min qabli an tamussuhunna wa qad faradhtum lahunna faridhatan fanishfu maa faradhtum.” Yang artinya, “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu.”

Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa dua ayat tadi menetapkan ketentuan masing-masing dari kedua keadaan, yakni keadaan sebelum digauli dan keadaan sesudah digauli. Tidak ada ketentuan yang tengah-tengah. Oleh karena itu sangat jelas bahwa kewajiban memberikan mas kawin secara penuh adalah terkait dengan adanya al-massu atau hubungan seksual.

Namun demikian kata tersebut juga bisa diartikan sesuai dengan pengertian bahasa, yakni menyentuh. Barangkali inilah yang menjadi dasar penakwilan para sahabat. Jadi seseorang yang mengalami impotensi, walaupun tidak ada harapan sembuh, ia tetap wajib membayar penuh mas kawin istrinya jika ia menceraikannya.

Sebab ia sudah bergaul dengan istrinya cukup lama. Dengan demikian Imam Malik menganggap bahwa tindakan pemanasan-pemanasan yang tidak berlanjut pada hubungan seksual itu berpengaruh mewajibkan memberi mas kawin secara penuh. Yang dimaksud dengan ketentuan para sahabat dalam masalah ini adalah siapa yang telah menurunkan tabir, maka ia wajib membayar mas kawin. Dan seluruh ulama sepakat akan hal ini.

photo
Hukum pernikahan dalam Islam (Infografis) - (Republika)

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement