Ahad 12 Mar 2023 14:19 WIB

3 Sebutan Ini Digunakan Peradaban Islam untuk Menyebut Wanita dan Alasannya

Islam memuliakan kaum wanita lebih ketimbang peradaban lainnya

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Muslimah. Islam memuliakan kaum wanita lebih ketimbang peradaban lainnya
Foto: EPA/Mast Irham
Ilustrasi Muslimah. Islam memuliakan kaum wanita lebih ketimbang peradaban lainnya

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Pekan lalu di kantor PBB  berlangsung konferensi tentang wanita di New York. Acara tahunan ini menjadi salah satu ajang penting PBB untuk membicarakan tentang kaum wanita, khususnya dalam konteks hak kaum Hawa untuk memainkan peranan dalam kehidupan manusia.  

Isu wanita memang selalu hidup. Karena diakui atau tidak, dunia akan sepi tanpa wanita. Wanitalah yang menjadikan dunia hidup dan dinamis.  

Baca Juga

"Wanita menjadi energi terpenting dari perputaran kehidupan manusia. Wanita seolah menjadi rujukan kehidupan bagi manusia," ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (12/3/2023). 

Inilah realitanya mengapa dalam bahasa Islam wanita dinamai dengan tiga hal. Pertama, wanita disebut mar’ah. Kata “mar’un” juga bisa diartikan seseorang atau seorang lelaki tapi umumnya lelaki lebih populer dengan sebutan “rajulun”

Sementara kata mar’atun lebih identik dengan seorang wanita.  Kata mar’atun menjadi sangat penting karena dengan pelabelan mar’atun wanita diharapkan menjadi cerminan kehidupan.  

Kedua, wanita disebut “nisaa”. Kata ini menjadi sangat penting dan mengandung makna yang dalam tentang kehidupan. 

Kata ini berkonotasi “sakinah” yang berarti ketenangan, ketenteraman dan yang semakna. Rumah tangga juga memiliki cita-cita mulia untuk menghadirkan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan. 

Ketiga, wanita ketika sudah menjadi ibu disebut “ummun”. Nama ini juga sangat mendalam dan bermakna bagi kehidupan. Karena manusia memerlukan rujukan dalam kehidupan. 

Dan rujukan pertama manusia dalam kehidupan dunianya adalah ibunya. Sejauh-jauh kaki melangkah rujukan ini (ibu) takkan pernah menghilang.  

Pengaruh wanita begitu besar dan menentukan dalam sejarah kehidupan manusia. Wanitalah yang menjadi penyebab pembunuhan pertama dalam sejarah manusia (Habil dan Qabil).  

Wanita banyak menjadi pemain dalam sejarah, baik dengan lakon positif maupun negatif. Kita mengenal istri Nabi Luth yang menjadi aktor jahat dalam sejarah. Namun sebaliknya begitu banyak wanita yang telah memainkan peranan positif dalam sejarah kehidupan manusia.  

Imra’atu Firaun atau istri Firaun misalnya memainkan peranan yang mengharumkan sejarah. Asia menjadi wanita yang diabadikan dalam Alquran. Demikian juga imra’atu Imran kakek Nabi Isa AS yang juga terabadikan dalam Alquran.  

Begitu banyak orang-orang besar dalam sejarah yang dibesarkan kaum Hawa. Siapa yang tidak mengenal Ismail yang dibesarkan Ibu Hajar. 

Atau sejarah Musa yang diperjuangkan dengan penuh rintangan oleh ibu dan kakak wanitanya. Bahkan Rasulullah SAW juga diasuh sendiri oleh Ibunya Aminah hingga wafat menjemputnya.  

"Sayang dalam perkembangan peradaban manusia yang kehilangan jatidiri, wanita kemudian diperlakukan dengan perlakuan yang sangat rendah dan tidak manusiawi,"ujar dia. 

Sejak peradaban China kuno ke peradaban India, bahkan Yunani, Romawi, dan Persia, wanita telah ditempatkan pada posisi yang sangat tidak layak. Masa-masa itu wanita dipandang sebagai objek pemuas nafsu kaum pria. 

Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab

Hingga di saat-saat Rasulullah SAW diutus di tanah Arab wanita telah diposisikan pada posisi yang tidak saja rendah. Tapi sangat jahat dan tidak manusiawi. Wanita dianggap properti yang layak di wariskan dan diperjual belikan.  

Bahkan puncaknya kaum pria malu memiliki anak perempuan karena dianggap beban dan memalukan. Akibatnya anak-anak perempuan ketika itu banyak yang dikubur hidup-hidup. 

Demikian seterusnya hingga di saat manusia merasa atau mengaku memasuki era kehidupan modern yang dianggap beradab (civilized). 

Wanita justru dipolesi dengan polesan-polesan semu. Namun hakikat dan realitanya wanita ditempatkan pada posisi “modern slavery” yang menyedihkan.  

Perlakuan bangsa Eropa kepada kaum wanita, yang juga mendapat pembenaran dari tokoh-tokoh agama di masa lalu membawa kepada kebangkitan emansipasi wanita yang diakui sebagai gerakan pembebasan wanita. Gerakan emansipasi terlahir di Eropa dan oleh wanita Eropa yang merasa tidak mendapatkan hak-haknya sebagai manusia. 

Gerakan emansipasi wanita ini kemudian dibalik (twisted) seolah-olah terlahir untuk membebaskan wanita-wanita Muslimah sehingga seringkali gerakan atau organisasi-organisasi wanita Barat melakukan ekspansi ke dunia Islam dengan propaganda membebaskan dan mengangkat derajat kaum wanita.

Padahal permasalahan mendasar dan esensial ada pada bagaimana mereka memperlakukan kaum wanitanya.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement