REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Masjid Ghamamah artinya masjid mendung atau awan tebal. Di zaman Nabi Muhammad SAW, area tempat Masjid Ghamamah dibangun masih berbentuk tanah lapang.
Tempat itu menjadi saksi dikabulkannya doa Nabi Muhammad SAW ketika meminta turun hujan saat hari sangat terik. Pada waktu itu cuaca sangat panas, Rasulullah SAW melaksanakan sholat Istisqa yakni sholat sunnah yang dilaksanakan untuk meminta kepada Allah SWT agar diturunkan hujan. Kemudian seketika langit mendung dan hujan turun.
Masjid Ghamamah terletak di arah barat daya Masjid Nabawi, sekitar 500 meter dari Masjid Nabawi. Masjid Ghamamah pada zaman Rasulullah SAW merupakan alun-alun atau tanah lapang di tengah kota.
Setiap hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Nabi Muhammad SAW selalu melaksanakan sholat di alun-alun ini. Rasulullah SAW juga melaksanakan sholat Istisqa di alun-alun ini.
Suatu hari dikisahkan saat Idul Fitri atau Idul Adha, Nabi Muhammad SAW memerintahkan semua kaum Muslimin mengikutinya, termasuk para perempuan yang sedang haid. Ketika Nabi Muhammad SAW dan penduduk kota Madinah melakukan sholat minta hujan, belum lagi acara itu selesai, mendung tiba kemudian turunlah hujan.
Riwayat lain menyebutkan, pada suatu ketika, Nabi Muhammad SAW melaksanakan khutbah Idul Fitri terlalu panjang sehingga para jamaah gelisah karena terik Matahari. Lalu datanglah mendung atau awan tebal yang menutupi sinar Matahari hingga acara selesai. Untuk mengingatkan acara ini dibangunlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Ghamamah, yang berarti awan atau mendung.
Masjid ini sampai sekarang masih digunakan untuk sholat lima waktu bagi orang-orang di sekitarnya. Namun tidak lagi digunakan untuk sholat Idul Fitri, Idul Adha, Istisqa atau sholat Jumat.
Kisah Masjid Ghamamah ini dijelaskan dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umroh yang dipublis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama, 2020.