REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Setiap orang yang ditinggal mati oleh orang-orang terdekatnya pasti merasakan kesedihan. Hal tersebut menjadi sebuah kewajaran pada manusia yang sekaligus menunjukan lemahnya manusia sebagai makhluk.
Rasulullah SAW pun ketika merasakan kesedihan ketika ditinggal wafat istrinya sayyidah Khadijah dan pamannya Abu Thalib.
Rasulullah SAW juga merasakan kesedihan yang mendalam ketika putra beliau Ibrahim wafat, bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan sahabat melihat Rasulullah SAW menangis. Rasulullah SAW juga begitu sedih ketika paman beliau Sayyidina Hamzah gugur di medan pertempuran Uhud.
Tetapi kendati Rasulullah SAW menangis, tangisannya adalah rahmat. Dan Rasulullah SAW tidak menghujat Allah SWT dan takdir-Nya, melainkan pasrah dan ridha terhadap segala yang telah ditentukan Allah SWT.
Ini yang membedakan dengan kaum kafir Quraisy jahiliyah, yang ketika ada anggota keluarganya meninggal justru menghujat Allah SWT dan takdir-Nya.
Mereka berlebihan dalam berduka hingga menampar-nampar pipi, menyobek-nyobek baju, meronta-ronta. Inilah yang tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Dalam kitab at-Tadzkirah karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh Al Anshari Al Khazraji, Al Andalusi, Al Qurthubi atau dikenal sebagai Imam Qurthubi, ada kisah menarik tentang bagaimana Nabi Adam menjelaskan tentang mati pada sayyidati Hawa serta bagaimana Nabi Adam memperbolehkan hawa menangis sewajarnya.
Kisah ini terdapat pada bab an nahyi 'an tamanniy al mauti waddu'ai bihi lidzurri nazala fi al-maali wa al-jasadi).
Dikisahkan bahwa Nabi Adam memberitahu istrinya bahwa anaknya telah meninggal. Lalu sayyidah Hawa pun bertanya tentang apa itu mati?
Nabi Adam menjelaskan bahwa mati itu tidak bisa makan dan tidak bisa minum, tidak bisa berdiri dan tidak bisa duduk.
Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah
Lalu Hawa pun menjadi sedih dan menangis. Kemudian nabi Adam memperbolehkan istrinya dan anak perempuannya menangis. Sedang Nabi Adam sendiri beserta anak laki-lakinya menahan diri agar tidak menangis.
وروى الترمذي الحكيم أبو عبدالله : حدثنا قتيبة بن سعيد والخطيب بن سالم عن عبد العزيز الماجشون عن محمد بن المنكدر قال: مات ابن لام عليه السلام : فقال : يا حوا إنه قد مات ابنك، قالت: وما الموت ؟ قال : لا يأكل، ولا يشرب، ولا يقوم، ولا يقعد، فرنت. فقال آدم عليه السلام: عليك الرنة وعلى بناتك أنا وبني منها برآء
Dan At Tirmidzi Al Hakim Abu Abdullah meriwayatkan, Qutaybah bin Saidd dan Al Khotib bin Salim meriwayatkan dari Abdul Aziz Al Majisyun dari Muhammad bin Al Mankadr berkata, “Nabi Adam memberitakan kepada Hawa bahwa anaknya telah meninggal, lalu dia berkata, "Wahai Hawa, anakmu telah meninggal dunia."
Hawa kemudian bertanya, "Apa yang dimaksud dengan meninggal dunia?" Dia berkata, "Meninggal dunia adalah tidak bisa makan dan tidak bisa minum, tidak bisa berdiri dan tidak bisa duduk." Mendengar keterangan tersebut Hawa menjadi sedih dan menangis. Lalu Adam berkata kepadanya, "Kamu dan anak perempuanmu berhak menangisinya, sedangkan aku dan anak laki-lakiku tidak harus menangisinya."
Ini sekaligus menunjukkan kaum Adam lebih dapat tegar atau mampu menahan dirinya sehingga tidak larut dalam tangis ketika ada anggota keluarganya meninggal, sedangkan kaum Hawa cenderung merasakan duka yang mendalam dan tak mampu membendung tangis ketika ada keluarganya yang meninggal. Wallahu 'alam.