REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu al-Faraj ibn al-Jauzi yang dikenal sebagai Ibnu Qayyim Jauzi dalam buku Talbis Iblis menjelaskan bahwa iblis memperdaya para penguasa dari berbagai sisi. Ibnul Jauzi menyebutkan sebagian di antaranya yang penting.
Iblis membisikkan kepada para penguasa bahwa Allah SWT mencintai mereka. Jika Allah tidak mencintai, tentunya Dia tidak akan mengangkat mereka menjadi penguasa dan menjadikan mereka sebagai wakil-Nya di tengah hamba-hamba-Nya.
Kalaupun para penguasa itu benar-benar wakil Allah SWT, mestinya mereka menerapkan hukum-hukum-Nya dan mencari keridhoan-Nya. Pada saat itulah mereka merupakan orang-orang yang dicintai Allah SWT karena taat kepada-Nya.
Tidak jarang kekuasaan dan kerajaan diberikan kepada orang yang justru dibenci-Nya. Dia juga menghamparkan dunia kepada orang yang sebenarnya tidak dilihat-Nya, lalu membuatnya berkuasa terhadap orang-orang sholeh. Karena berkuasa, para raja itu membunuhi orang-orang yang sholeh dan wali-wali Allah, sehingga apa yang dilimpahkan Allah kepada mereka merupakan dosa bagi mereka dan bukan merupakan anugerah bagi mereka.
Yang demikian inilah yang termasuk dalam firman Allah ini.
وَلَا يَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَنَّمَا نُمْلِى لَهُمْ خَيْرٌ لِّأَنفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِى لَهُمْ لِيَزْدَادُوٓا۟ إِثْمًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan." (Surat Ali ‘Imran Ayat 178)
Iblis berkata kepada para penguasa, "Kekuasaan itu memerlukan pamor. Karena itu mereka pun bersikap takabur, tidak mau mencari ilmu, tidak duduk bersama para ulama, tidak mengamalkan pendapat para ulama dan agama."
Jika para penguasa yang lebih mementingkan keduniaan ini bergaul dengan orang-orang yang tidak mengetahui syariat, maka muncul tabiat akan mencuri dari orang-orang yang bodoh, tidak mau melihat apapun yang menghalanginya, tidak mau mendengar apapun yang menghardiknya, dan ini semua merupakan penyebab kehancuran.
Iblis merayu dan berbisik untuk membuat para penguasa itu selalu merasa takut terhadap musuh, memerintahkan agar mereka mengokohkan pertahanan, agar apa yang ada di tangannya tidak bisa direbut orang lain.
Para penguasa mengangkat orang-orang yang tidak mumpuni dan mereka yang tidak mempunyai ilmu serta tidak kuat. Lalu dengan mudah penguasa menguasai mereka untuk menzalimi manusia, memberi mereka gaji dari hasil yang haram, bersikap keras kepada orang yang seharusnya tidak perlu dikerasi dan mereka mengira akan terbebas dari hukuman Allah, karena mereka hanya sebagai pembantu penguasa. Padahal mereka tetap akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Iblis membujuk para penguasa untuk bertindak menurut pikirannya. Maka mereka memberikan bagian kepada orang yang sebenarnya tidak boleh diberi bagian, membunuh orang yang sebenarnya tidak boleh dibunuh, lalu mereka beranggapan bahwa semua ini untuk pertimbangan politik.
Lebih jauh lagi, para penguasa beranggapan bahwa syariat Islam masih ada yang kurang, sehingga perlu dilengkapi. Karena itu mereka menganggap bisa melengkapinya dengan pendapat mereka. Padahal seorang politikus yang menganggap ada celah di dalam syariat, sama dengan kufur.
Ini merupakan tipu daya yang paling buruk. Sebab syariat merupakan aturan Ilahi. Jelas tidak mungkin ada celah dalam aturan Ilahi, yang dimaksudkan untuk mengatur makhluk.
Dikutip dari buku Talbis Iblis yang ditulis Ibnul Jauzi, diterbitkan Maktabah Al-Madani Kairo 1983, dan diterjemahkan serta diterbitkan ulang oleh Pustaka Al-Kautsar 2010.