REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku Di Keharuman Taman Sufi karya Tor Andrae disebutkan bahwa sikap zuhud Imam Hasan Al-Bashri pernah diungkapkan melalui sebuah analogi oleh sang imam. Beliau berkata: “Ingin sekali aku menyantap makanan yang bisa bertahan dalam perutku seperti sebuah batu bata. Aku diberitahu bahwa sebuah batu bata bisa bertahan terendam dalam air selama tiga ratus tahun tanpa berlarut,”.
Maksud dari perkataan Imam Hasan itu bukan berarti beliau benar-benar menyantap batu bata. Tentu saja bukan. Namun demikian lumrah diketahui bahwa beribadah, berpuasa, dan segala amalan yang mendekatkan diri kepada Allah merupakan cara-cara yang dilakukan orang-orang zuhud secara sungguh-sungguh.
Orang yang zuhud kerap berupaya membebaskan diri dari hal-hal yang dapat meruntuhkan nilai spiritual. Namun bukan berarti kaum zuhud dalam Islam ini menafikan adanya dunia beserta isinya. Namun dalam menjalani kehidupan sehari-hari, hanya rindu dan ketergesa-gesaan yang besar yang membuncah di sanubari mereka untuk meninggalkan dunia dan berdekatan kepada Allah di alam selanjutnya.
Terkadang untuk menjaga konsistensi terhadap ibadah ataupun aktivitas amal bukanlah hal yang mudah. Apalagi untuk bersikap mengesampingkan hal-hal duniawi yang bersifat matrealistik dan kefanaan (zuhud).
Sebagaimana diketahui, zuhud menurut bahasa artinya berpaling dari sesuatu yang bersifat duniawi. Sedangkan Syekh Ibnu Taimiyah pernah menyebut, zuhud berarti meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat dari dunia untuk kepentingan akhirat.