Sabtu 25 Feb 2023 12:27 WIB

Dua Pendapat tentang Asal Usul Ka'bah

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan pada zaman apa Ka'bah dibangun.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
 Dalam foto yang diambil dengan kecepatan rana rendah ini, peziarah Muslim mengelilingi Kabah, bangunan kubik di Masjidil Haram, di Makkah, Arab Saudi, Rabu, 6 Juli 2022. Dua Pendapat tentang Asal Usul Ka'bah
Foto:

Hajar Aswad

Hajar Aswad berarti batu hitam. Batu itu kini ada di salah satu sudut Kabah yang mulia yaitu di sebelah tenggara dan menjadi tempat mulai dan selesai untuk melakukan ibadah tawaf di sekeliling Kabah.

Diletakkan dalam bingkai dan pada posisi 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Batu yang berbentuk bulat telur dengan warna hitam kemerah-merahan. Di dalamnya ada titik-titik merah campur kuning sebanyak 30 buah. Dibingkai dengan perak setebal 10 cm buatan Abdullah bin Zubair, seorang shahabat Rasulullah SAW.

Batu ini asalnya dari surga sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadis.

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Hajar Aswad turun dari surga berwarna lebih putih dari susu lalu berubah warnanya jadi hitam akibat dosa-dosa bani Adam." (HR Timirzi, An-Nasa`I, Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan Al-Baihaqi).

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersada, ”Demi Allah, Allah akan membangkitkan hajar Aswad ini pada hari kiamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang pernah mengusapnya dengan hak." (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Asbahani).

At-Tirmizi mengatakan bahwa hadits ini hadits hasan. Sedangkan Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalam kitab Shahihul Jami` Nomor 2180, 5222 dan 6975.

Dari Abdullah bin Amru berkata, ”Malaikat Jibril telah membawa Hajar Aswad dari surga lalu meletakkannya di tempat yang kamu lihat sekarang ini. Kamu tetap akan berada dalam kebaikan selama Hajar Aswad itu ada. Nikmatilah batu itu selama kamu masih mampu menikmatinya. Karena akan tiba saat di mana Jibril datang kembali untuk membawa batu tersebut ke tempat semula." (HR Al-Azraqy).

Bagaimanapun juga Hajarul Aswad adalah batu biasa, meskipun banyak kaum muslimin yang menciumnya atau menyentuhnya, hal tersebut hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Umar bin Al-Khattab berkata, "Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberi madharat maupun manfaat. Kalaulah aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu aku pun tidak akan melakukannya."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement