REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama terkait kadar khamar.
Dalam tulisan Muhammad Iqbal Syauqi, seorang lulusan Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, dia menjelaskan selain istilah khamar, para ahli fiqih juga mengkaji minuman bernama nabidz.
Nabidz secara bahasa diartikan “zat yang didiamkan”, atau mungkin bahasa sekarang, difermentasikan sehingga dihasilkan minuman olahan yang berubah cita rasanya.
Kebanyakan kitab fiqih klasik membahas khamar dan nabidz ini dalam cakupan perasan anggur, kismis, dan kurma. Kedua jenis dahulu ditengarai minuman ini memiliki potensi memabukkan.
Dicatat KH Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Kriteria Halal Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika menurut Alquran dan Hadits, setidaknya ada dua spektrum pendapat soal khamar dan nabidz ini.
Pendapat jumhur ulama, dari kalangan Malikiyah, Syafiiyah, serta pengikut Mazhab Ahmad bin Hanbal cukup tegas bahwa minuman yang berpotensi memabukkan, sedikit atau banyak, ia tetap diharamkan. Berapapun kadarnya, serta apakah meminumnya sampai mabuk atau tidak.
Namun berbeda pendapat ulama yang berada di kawasan Irak. Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, serta Imam Ahmad dikenal sebagai ulama yang banyak beraktivitas di Hijaz.
Rupanya, pendapat soal khamar dan nabidz ini berbeda di kalangan ulama Irak, dengan tokohnya antara lain tabi’in Ibrahim an-Nakhai dan Sufyan Ats-Tsauri, serta Imam Abu Hanifah.
Baca juga: Kisah Pembantaian Brutal 20 Ribu Muslim Era Ottoman Oleh Pemberontak Yunani
Ulama Irak, mencakup juga dari daerah Kufah dan Basrah, berpendapat bahwa keharaman khamar itu pada jumlah kadar yang diminum, bukan dari substansi zat minumannya.
Dalam kalangan Hanafiyah sebagaimana keterangan Imam al Hashkafi dalam Ad-Durr al-Mukhtar, minuman yang memabukkan setidaknya adalah empat jenis.
Pertama, khamar sebagai minuman yang terbuat dari anggur, panas saat diminum dan berbuih. Kedua, thila’ yakni, air anggur yang dimasak hingga sangat pekat. Ketiga lalu sakar, air kurma yang berbuih dan berbau cukup menusuk. Dan keempat, air rendaman kismis Arab.
Ketiga jenis minuman yang disebut terakhir tidak dinyatakan secara eksplisit keharamannya, karena dikenal dengan istilah nabidz. Imam Al Hashkafi juga menyebutkan bahwa nabidz yang diolah dari selain anggur, kurma, maupun kismis itu halal.
Banyaknya jenis minuman olahan nabidz dari anggur maupun buah lainnya ini menjadikan definisi soal khamar menjadi sangat spesifik (mubayyan).