REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin menjelaskan bahwa secara garis besar ada tiga jenis dosa. Dosa yang paling rumit adalah dosa di antara manusia.
Jenis dosa pertama, meninggalkan segala apa yang diwajibkan oleh Allah SWT terhadap kamu, seperti sholat, puasa, zakat, membayar kafarat (tebusan dan denda), dan lain yang lainnya. Maka hendaknya kamu membayar atau mengqadha apa yang kamu tinggalkan itu sebisa mungkin sesuai kemampuan kamu
Kedua, dosa antara kamu dengan Allah, seperti dosa meminum minuman keras, terlena dalam belaian syahwat, memakan riba, dan yang semacamnya. Untuk dosa seperti ini hendaknya kamu menyesali perbuatan itu dan menetapkan hati kamu untuk tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama selama-lamanya.
Ketiga, dosa antara kamu dengan sesama manusia, ini lebih rumit dan lebih sulit. Ada beberapa tingkatan dosa ini. Terkadang terjadi pada harta, jiwa, harga diri, kehormatan dan agama.
Pada dosa yang menyangkut harta benda dan kekayaan, maka wajib bagi kamu untuk mengembalikannya kepada pemiliknya, jika itu mungkin bagi kamu. Tapi jika kamu tidak sanggup untuk melakukannya karena tidak punya dan fakir, maka kamu harus meminta dihalalkan kepada pemiliknya. Jika kamu tidak sanggup melakukannya karena orangnya telah menghilang atau meninggal dunia, jika memungkinkan kamu bersedekah untuknya maka lakukanlah.
Jika sedekah untuknya juga tidak mungkin bagi kamu, maka perbanyaklah berbuat baik dan kembalikanlah urusan itu kepada Allah, dan meminta belas kasihan serta merendahkan diri di hadapan Allah agar Allah membuat pemilik harta yang telah kamu ambil itu mau merelakan kamu pada hari kiamat kelak.
Dosa yang berkaitan dengan jiwa, yaitu membunuh manusia lain, maka kamu dapat menebusnya dengan hukuman balasan (qisas) atau menyerahkan diri kepada walinya agar mereka melakukan hukuman qisas terhadap kamu atau memaafkan kamu. Jika kamu tidak sanggup melakukannya maka kembalikanlah kepada Allah dan memohon dengan memelas agar Allah membuat orang yang telah kamu bunuh itu merelakan kamu pada hari kiamat kelak.
Dosa jika seseorang melukai harga diri orang lain seperti menceritakan keburukannya atau berdusta dan mencercanya, maka kamu (si pendosa) wajib untuk menyatakan kebohongan itu di hadapan orang yang telah kamu lukai perasaannya. Kamu meminta agar orang itu mau menghalalkan perbuatan yang telah kamu lakukan. Ini dilakukan jika kamu tidak takut bahwa ia akan bertambah marah atau akan terjadi gejolak fitrah, karena mengungkapkan itu atau menyatakan kembali. Jika kamu takut hal itu akan terjadi maka kembalikan kepada Allah agar Dia membuat orang itu merelakan dan memberikan kebaikan yang banyak baginya sebagai gantinya, juga hendaknya kamu memperbanyak mohon ampun kepada Allah untuknya.
Bagi seorang hamba yang telah menyerang atau menodai kehormatan orang lain, misalnya melanggar kepercayaan orang lain dengan berbuat jahat pada anak atau istri orang tersebut. Maka tidak disarankan untuk mengungkapkan dosa semacam itu pada wali atau suami orang itu. Ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya permusuhan yang lebih besar. Dalam situasi seperti ini seorang pendosa harus berdoa kepada Allah bagi korban perbuatannya. Namun jika dirasa akan aman dari kebencian amukan, si pendosa bisa saja mengungkapkan kasusnya dan meminta kepada wali atau suami orang itu untuk memaafkan perbuatan jahatnya. Ini guna mencegah terjadinya kegemparan yang lebih besar dan balas dendam.
Sedangkan dosa terkait urusan agama seperti kamu mengkafirkan seseorang, menudingnya berbuat bid'ah atau sesat, maka itu adalah perkara yang paling sulit. Dalam hal ini kamu harus mengungkapkan terus terang kebohongan tuduhan kamu itu di depan orang yang bersangkutan dan meminta orang itu untuk memaafkan kamu. Jika itu memungkinkan bagi kamu. Namun jika kamu tidak mampu melakukannya karena suatu alasan maka hendaknya kamu memohon belas kasihan kepada Allah dan menyesali semua perbuatan kamu itu agar dia membuat korban tuduhan kamu bisa memaafkan kamu.
Dari berbagai penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa jika memungkinkan untuk meminta kerelaan atau maaf dari orang yang telah kamu zalimi, maka lakukanlah. Namun jika hal itu tidak memungkinkan hendaknya kamu kembali kepada Allah dengan memohon belas kasih-Nya. Juga berdoa dengan penuh penyesalan, diiringi sedekah memohon keridhoan dari-Nya agar Dia membuat orang yang telah kamu zalimi itu mau memaafkan kamu. Selebihnya hal itu bergantung kepada kehendak Allah pada hari kiamat nanti.
Berharaplah kepada Allah sebab dengan rahmat dan kasih-Nya yang tidak terbatas Allah akan membuat orang yang menuntut kamu menjadi puas dan senang kepada kamu, ketika dia menemukan kejujuran dalam hati kamu (sebagai orang yang berdosa) serta keinginan tulus kamu untuk meminta maaf. Hal ini dijelaskan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin yang diterjemahkan Abu Hamas As-Sasaky dan diterbitkan Khatulistiwa Press 2013.