Jumat 13 Jan 2023 20:15 WIB

Begal, Seburuk-buruk Manusia, dan Hukumannya Menurut Islam 

Islam menempatkan pelaku pembegalan sebagai seburuk-buruk manusia

Ilustrasi begal. Islam menempatkan pelaku pembegalan sebagai seburuk-buruk manusia
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi begal. Islam menempatkan pelaku pembegalan sebagai seburuk-buruk manusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Salah satu tindakan yang jelas-jelas menimbulkan ketidaktenangan dan ketidaknyamanan masyarakat, yakni tindakan merampas harta orang lain yang belakangan ini dikenal dengan istilah begal atau membegal. 

Apa pun motif dan alasannya, Islam sangat melarang dan mengutuk perbuatan ini dengan memberikan ancaman yang tidak main-main. 

Baca Juga

Perbuatan membegal diibaratkan sebagai perbuatan memerangi Allah SWT dan Rasul-Nya sebagaimana dapat dipahami dari ayat berikut: 

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya balasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, ialah mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang berat.” (QS al-Maidah [5]: 33) 

Sedangkan sanksi bagi pembegal itu sendiri, Ibnu al-Jauzi dalam tafsirnya Zad al-Masir mengutip pernyataan Imam asy-Syafi’i yang menyatakan, kalau pembegal itu sampai membunuh dan merampas harta korbannya maka ia dihukum bunuh dan disalib, jika ia hanya membunuh saja dan tidak mengambil harta korban maka ia dihukum bunuh tanpa disalib, jika ia hanya merampas harta namun tidak sampai membunuh korbannya maka ia dihukum dengan cara dipotong tangan dan kakinya secara menyilang (Zad al-Masir, II : 203) 

Selain itu, perbuatan apa saja yang membuat orang lain terganggu, tersakiti, dan merasa dirugikan merupakan perbuatan yang dalam pandangan agama dinyatakan sebagai perbuataan sejelek-jelek orang. 

Hal ini sebagaimana dinyatakan Nabi SAW dalam sabdanya kepada Aisyah RA:

يا عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ وَدَعَهُ أَوْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

“Wahai Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan (dihindari) oleh manusia karena takut akan kejahatannya.” (HR Bukhari) 

Senada dengan hadits di atas, dalam konteks yang agak berbeda, Nabi SAW juga menyifati orang yang membuat tetangganya atau orang lain merasa terganggu sebagai orang yang tidak beriman. Dari Abu Syuraih bahwasanya Nabi SAW bersabda: 

واللَّهِ لا يُؤْمِنُ، واللَّهِ لا يُؤْمِنُ، واللَّهِ لا يُؤْمِنُ، قِيلَ: مَنْ يا رسولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذي لا يأأْمنُ جارُهُ بَوَائِقَهُ

“Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” 

Ditanyakan kepada beliau, “Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.” (HR Bukhari) 

Dengan demikian, menjadi sebuah ironi jika ada orang justru merasa bangga kalau ia merasa ditakuti, bahkan dijauhi/ dihindari orang lain karena takut akan kejahatan atau gangguannya. 

Bukankah semestinya ia harus sadar bahwa kalau ia dihindari orang karena khawatir menjadi korban kejahatannya menandakan ia sebagai orang yang paling jelek di mata Allah SWT. 

Apalagi kalau ia mengaku sebagai orang Islam, sudah seharusnya ia datang dan hadir membawa keselamatan, kedamaian, dan kenyamanan bagi orang-orang di sekitarnya.      

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement