Namun, jika istri menghendaki dirinya melayani suami dalam tugas rumah seperti di atas, akan menjadi kebaikan bagi dirinya. Maka, suami harus berterima kasih, berucap syukur, dan lebih menyayangi istri jika semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh istri karena itu sebenarnya bukan kewajibannya. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu mengatakan:
أما واجب الزوجة: فلا يجب عليها خدمة زوجها في الخبز والطحن والطبخ والغسل وغيرها من الخدمات، وعليه أن يأتيها بطعام مهيأ إن كانت ممن لا تخدم نفسها؛ لأن المعقود عليه من جهتها هو الاستمتاع فلا يلزمها ما سواه، لكن لا يجوز لمن تخدم نفسها وتقدر على الخدمة أخذ الأجرة على عمل البيت، لوجوبه عليها ديانة، حتى ولو كانت شريفة؛ لأنه عليه الصلاة والسلام قسم الأعمال بين علي وفاطمة رضي الله عنهما، فجعل أعمال الخارج على علي، والداخل على فاطمة مع أنها سيدة نساء العالمين
"Kewajiban istri: tidak wajib bagi seorang istri melayani suami dalam hal memasak dan mencuci dan bentuk pelayanan lainnya (selain melayani kebutuhan biologis). Justru suami wajib menghidangkan makanan kepada istri jika istri tidak dapat melakukannya sendiri. Karena akad nikah hanya mewajibkan istri melayani kebutuhan biologis suami, maka selain itu tidak ada kewajiban pelayanan lain bagi istri."
Tetapi, meski demikian, istri yang dapat mengurus dirinya sendiri dan mampu mengerjakan pekerjaan rumah tidak dibenarkan menuntut upah kepada suami atas pekerjaan rumah yang dia lakukan.
Istri harus melakukannya ikhlas karena Allah. Meskipun perempuan tersebut keturunan Rasul (syarifah). Sebab, Nabi sendiri pernah membagi tugas antara 'Ali dan Fatimah. Nabi menyuruh 'Ali fokus bekerja di luar rumah dan Fatimah menangani urusan rumah." (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 9, hlm 6852)
Suami juga seharusnya lebih tahu diri jika istri bekerja di luar rumah seperti dirinya. Akan lebih bijak bila tugas rumah dimusyawarahkan, didiskusikan, supaya tidak semuanya dibebankan kepada istri. Dalam konteks ini, seharusnya minimal separuh dari tugas rumah dikerjakan juga oleh suami.
Baca juga: Al-Fatihah Giring Sang Ateis Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Islam Agama Paling Murni
Namun bila suami yang sepenuhnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dari pagi hingga malam sedang istri hanya menunggu di rumah, akan lebih elok bila tugas rumah istri yang menangani. Ini pun bukan atas dasar kewajiban, akan tetapi agar seimbang pembagian peran antara suami dan istri. Seperti Nabi yang membagi tugas 'Ali dan Fatimah.
Pada hakikatnya rumah tangga lebih dari sekadar hak dan kewajiban. Rumah tangga adalah kesalingan antara suami dan istri. Saling bekerja sama, saling menyayangi dan saling mencintai satu sama lain.
Seorang suami tidak tega melihat istrinya kewalahan mengurus rumah sendiri. Pun istri tidak enak hati jika semuanya, dari urusan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan urusan rumah semuanya ditangani suami. Kuncinya adalah saling berkomunikasi terkait pembagian tugas dan peran supaya tidak terjadi ketimpangan.
Sumber: MUI